JAKARTA, Wiwin Suwandi akhirnya buka
suara mengenai sangkaan Komite Etik KPK kepadanya sebagai pembocor
salinan surat perintah penyidikan tersangka kasus Hambalang, mantan
anggota DPR RI Anas Urbangingrum.
Ia berdalih, pembocoran itu karena
kasus penydikian dugaan korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan
dan Sarana Olahraga Nasional Hambalang berjalan sangat lamban.
Wiwin
mengaku sudah mengetahui dari tim penyidik KPK sejak November 2012,
mengenai akan ditetapkannya Anas sebagai tersangka. Anas saat itu masih
menjabat Ketua Umum Partai Demokrat.
Dan sepengetahuannya, saat itu
kelima pimpinan KPK sudah menyepakati kasus Hambalang dengan Anas
sebagai tersangka sudah layak naik ke penyidikan. Namun, ia merasa geram
melihat lambannya perkembangan penanganan kasus tersebut naik ke
penyidikan. Dan hingga sekitar 50 saksi diperiksa, pimpinan KPK belum
juga meningkatkan kasus itu ke penyidikan.
"Pak Tumpak Hatorangan juga
sudah memberikan jumpa pers, kalau kasus itu sebenarnya sudah lewat
deadline. Dan itu juga diakui oleh para penyidiknya ketika dipanggil
oleh Komite Etik," kata Wiwin dalam wawancara khusus kepada
TRIBUNnews.com, Jumat (5/4/13) malam.
Didorong 'kegatalan' pikiran agar
kasus korupsi terbongkar cepat, Wiwin mengaku berinisiatif sendiri
membocorkan Sprindik tentang Anas kepada khalayak melalui wartawan. Dan
selanjutnya ia memberikan hasil scan Sprindik itu kepada dua wartawan,
Tri dan Poly di Setiabudi One, Kuningan, Jaksel.
Mereka bertemu tepat di
seberang kantor KPK, 8 Februari 2013. Ia menegaskan, pembocoran
Sprindik tentang penetapan Anas itu tanpa sepengetahuan dan perintah
dari Abraham Samad.
"Itu tanpa Pak Abraham Samad menyuruh saya. Kalau
menyuruh saya justru jadi blunder besar. Pasti dia dapat masalah. Yang
saya serahkan ke Tri dan Poly hanya hasil scanning, fisik kertas enggak
ada," kata Wiwin.
Wiwin juga mengakui dirinya yang menentukan jadwal dan
lokasi pertemuan dengan kedua wartawan media cetak nasional itu. "Jadi,
lebih banyak saya yang berperan," ujarnya.
Ia mengatakan, tujuannya
memberikan scan Sprindik itu adalah agar publik tahu fakta yang
sebenarnya, bahwa sebenarnya Anas sudah jadi tersangka.
"Tapi, mungkin
ada sesuatu yang mengganjal, jadi belum diumumkan, sehingga saya
mengambil langkah yang keluar dari sistem yang ada di KPK,"jelasnya.
Ia
mengungkapkan, alasannya berani melakukan hal itu. Ia mengaku merasa ada
keganjilan dalam penanganan kasus Anas ini. Ia mengaku memiliki
idealisme yang tinggi dalam pemberantasan korupsi sehingga berani
melakukan hal itu.
"Saya langsung minta ke Tri dan Poly, tolong bantu
saya, tolong beritakan ini ke publik bahwa sebenarnya Anas sudah
tersangka. Nah, setelah hal itu diberitakan, 'kan minggu berikutnya
mereka jumpa pers dan mengakui Anas tersangka," ungkapnya.
Menurut
Wiwin, secara tidak langsung upaya pembocoran Sprindik tentang Anas
tersangka itu adalah upaya dirinya untuk mendorong para pimpinan KPK
berani menyampaikan ke publik bahwa sebenarnya Anas sudah tersangka.
"Kalau memang belum tersangka, kan mereka tidak akan mengakui, bisa saja
membantah bahwa itu bukan dokumen kami. Tapi, alasan utama saya karena
idelisme saya, yakni saya benci sekali sama yang namanya korupsi,
apalagi yang namanya korupsi Hambalang yang jadi megaskandal yang
merugikan negara ini," tambahnya.
Wiwin menceritakan, ia mengenal
wartawan Tempo bernama Tri Surahman sewaktu masih kuliah di Universitas
Hasanuddin, Makassar, Sulsel. Perkenalannya saat itu karena pernah satu
"tongkrongan" dan dilanjutkan pernah mengundang sejumlah wartawan untuk
acara seminar kampus, termasuk Tri.
Sementara, ia mengenal wartawan
surat kabar harian Media Indonesia sewaktu sudah bertugas menjadi Sespri
Abraham Samad. "Si Poly itu saya kenal karena dikenalkan oleh Tri sejak
awal-awal saya tugas di KPK. Perkenalan dengan Poly di luar kantor KPK,
sambil minum kopi. Jadi, istilahnya teman kenal teman,"kata Wiwin.