Ketua
Umum PP Muhammadiyah, Prof Din Syamsuddin dan tokoh masyarakat Sumbawa,
Hatta Taliwang (tiga kiri) bersama Serikat Buruh Migrant Indonesia
berdoa untuk TKW Sumartini binti Manaungi Galisung (33) yang terancam
hukuman pancung di Arab Saudi, Sabtu (2/7) malam. Doa digelar di
Bundaran HI Jakarta dengan memajang 28 lilin sesuai jumlah TKI yang
terancam hukuman mati.
Dua buku kumpulan
coretan pena tenaga kerja wanita (TKW) dikirim khusus untuk Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat (1/7). Selembar di antaranya amat
impresif. Judulnya, Surat Berdarah Untuk Presiden. Siapa pengirimnya dan
apa isinya?ADALAH Rosminah sang pengungkap jeritan
hati dalam surat berdarah. Perempuan asal Kediri, Jawa Timur, tiga tahun
silam tewas mengenaskan di rumah majikannya kawasan Tai Po, Hongkong.
Alkisah,
Minah, sapaan akrab Rosminah, tewas secara tragis, dimangsa anjing
peliharaan majikannya. "Minah sehari-hari dipekerjakan merawat anjing.
Tidurnya pun berdekatan dengan kandang anjing," tutur Suprapti, Divisi
Advokasi Migrant Institute Migrant Institute di Kantor Gubernur Jatim,
Jumat (1/7) lalu.
Pengalaman tragis Minah lantas direkonstruksi
melalui kumpulan surat-suratnya yang pernah dikirim ke sejumlah
temannya. Surat Minah dibukukan bertajuk, Surat Berdarah untuk Presiden.
Dalam surat Minah berkisah, sejak di Hongkong ia tak dipekerjakan sebagai pembantu rumahtangga, seperti yang dijanjikan.
Sehari-hari
diminta mengurus anjing. Memberi makan, memandikan hingga membersihkan
kandang. Minah juga Curhat, ia tak pernah diberi makan dan istirahat
secara layak. Hingga suatu malam, insiden tragis terjadi. Minah yang
lupa mengunci pintu kandang, diserang anjing buas kesayangan majikan
hingga tewas.
"Wanita itu tidak berdaya. Selain tak pernah makan
kenyang, tangannya yang selalu bau makanan anjing membuat anjing
menerkamnya," tutur Suprapti yang pernah menjadi TKW di Hongkong ini.
Meski sempat dilarikan ke Queen Elisabeth Hospital, Minah yang
tercabik-cabik tak tertolong.
Tragedi kelam ini muncul dalam versi berbeda di Hongkong. Media
Apple Daily
melansir Minah bunuhdiri dengan cara mengiris pergelangan tangan di Tai
Po. Di tangan korban ditemukan secarik surat yang dijadikan barang
bukti. Sedangkan jasadnya dibawa ke Queen Elisabeth Hospital.
Gugah PresidenMigrant
Institut berharap, kumpulan surat-surat berisi kata hati para TKW yang
diserahkan ke Gubernur Jatim Sukarwo diteruskan ke presiden. Suprapti
dan aktivis lainnya berharap, pemerintah melakukan aksi nyata untuk
melindungi para TKW di luar negeri.
Tragedi Minah tak jauh beda
dialami Winfaida (27). TKW asal Desa Wana Sakti, Kecamatan Batang Hari,
Lampung Timur itu mengalami siksaan, bahkan diperkosa majikannya di
Malaysia sejak pertengahan 2010.
Masih beruntung Win bisa kembali
ke kampung halamannya, 1 Juli 2011. Sekitar pukul 14.00 WIB, Win yang
didampingi petugas Disnakertrans dan polisi, mendarat di Bandara Radin
Intan Lampung.
Win meninggalkan kampungnya, 29 Juni 2010, dengan
harapan meraup ringgit Malaysia. Tujuan utama Win sebenarnya Singapura.
Namun, begiti tiba di Batam ia malah dibawa ke Malaysia oleh sponsor
yang memberangkatkannya.
Di Malaysia inilah Win menjalani
hari-hari suramnya. Dia mendapat perlakuan kejam dari sang majikan
keturunan India. "Saya disuruh makan daging babi, mengurusi anjing,
mengangkat vas bunga bolak-balik dan mengurus tiga rumah," ungkap Win
sambil berlinang air mata.
Tak sampai di situ, hari-hari Win
berikutnya diwarnai penyiksaan fisik. Jari-jari tangannya dipatahkan,
lengannya ditusuk, darah pun bercucuran di lantai. "Saya dipaksa
membersihkan dengan cara menjilati darah sampai bersih. Saya trauma
sekali, saya tak mau lagi jadi TKW," ujar Win sambil terisak.
Win
kembali ke Tanah Air dengan tubuh cacat. Jarinya membekas setelah patah
dan luka di pergelangan tangan bekas tusukan senjata tajam. Ironisnya,
Win tak pernah menerima gaji. Satu- satunya harapan, Win ingin membuka
usaha di rumah sendiri, jika punya modal.
Ia pun memeringatkan
perempuan Indonesia yang ingin menjadi TKW di luar negeri. Win
menyarankan wajib paham prosedur dan ke mana melapor, apalagi terjadi
masalah. Menurut Kadisnaker Lampung, Setiato, proses hukum terhadap
majikan Win sedang dalam persidangan.
"Secara resmi TKI harus cepat lapor konsulat atau KBRI di negara terkait, apabila ada masalah," kata Setiato.
Cengkeraman Perkosaan
Nasib
tak kalah tragis dialami TKW Siti Ratih Purnamasari (19) di Arab Saudi .
Siti mengalami siksaan dan ancaman perkosaan majikannya. Perempuan asal
Banyuwangi, Jawa Timur ini mengancam bunuhdiri, apabila tak segera
dipulangkan.
Ancaman Siti disampaikan kepada kedua orangtuanya,
Irianto dan Desak Siti Asiah empat hari lalu melalui telepon. Hingga
kemarin, Siti masih dalam cengkeraman majikannya, keluarga Abu Kholid,
purnawirawan polisi di Kota Riyadh.
Siti mengaku sering dipukul
dan dicekik majikannya, bahkan mengalami perlakuan tak senonoh. Kholid
sering masuk kamar Siti lalu menggerayangi tubuhnya. Ketakutan mengalami
perkosaan, tiap hari Siti membawa pisau untuk melindungi diri.
Siti
di ambang keputus-asaan. Ketika minta dipulangkan, majikannya malah
minta uang ganti rugi Rp 11 juta. Derita Siti ini membuat kedua
orangtuanya kebingungan. Bahkan, ibunya Desak Siti Asiah langsung sakit.
Kian merana, Desak Siti Asiah kini mengalami gangguan jiwa.
"Saya
tak ingin terjadi sesuatu terhadap anak saya. Saya berharap pemerintah
secepatnya menangani masalah ini. Bapak Presiden harus bisa melindungi
warga Negara Indonesia di luar negeri," ratap Irianto.
Tak hanya
Irianto yang berharap presiden jadi pahlwan TKI. Jutaan keluarga TKI,
termasuk keluarga TKW Sumartini bahkan ingin menemui presiden. "Kami
harap bisa bertemu presiden, minta agar Sumartini dibebaskan," kata
kerabat Sumartini, Fataruddin Usman.
Setahun lalu, surat
Sumartini dari selnya di Penjara Malaaz, Riyadh, membuat keluarganya
meradang. Surat itu berisi curahan hati Sumartini. Diceritakannya, ia
dituduh menyebabkan anak majikannya, Tisam, yang kala itu berusia 17
tahun, meninggalkan rumah tanpa pamit. Majikannya yang berang
menudingnya melakukan guna-guna, sihir.
"Dia disiksa, diancam
dibunuh, ditanam di padang pasir," tutur Usman. Sumartini divonis qishas
April 2010. Satu Mei 2010 banding yang diajukan KBRI Arab Saudi
ditolak.
Tak menyerah, perwakilan Indonesia mengupayakan maaf
dari Kerajaan Arab Saudi, namun belum ada jawaban. Eksekusi mati Ruyati
binti Satubi di tangan algojo Arab lalu, kian membuat keluarga Sumartini
ketar-ketir.