Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Senin, 17 Desember 2012

Rp1,6 Triliun untuk Infrastruktur Jalan

Pontianak – Pemerintah Kalbar akan mengalokasi Rp1,6 triliun untuk membangun infrastruktur pada 2013 mendatang. Selain itu mendapatkan alokasi dana sebesar Rp600 miliar untuk infrastruktur perbatasan.
“Alokasi dana Rp1,6 triliun untuk membangun jalan dan jembatan. Tidak termasuk untuk cipta dan perbatasan,” ungkap Jakius Sinyor, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalbar kepada wartawan, kemarin.
Sedangkan anggaran senilai Rp600 miliar lebih diperuntukkan lima kabupaten wilayah perbatasan antarnegara. Termasuk untuk membangun pemukiman dan Pos Lintas Batas (PLB). Jadi dana itu untuk melengkapi sarana dan prasarana di perbatasan.
“APBD kalau sudah diketok palu akan kita lakukan lelang. Kalau belum, saya tetap berjalan, nanti sudah ketok palu tinggal tanda tangan kontrak. Anggaran untuk ke-PU-an tahun depan naik 20 persen dari tahun sebelumnya,” jelas Jakius.
Dirinya mengakui masih ada beberapa ruas jalan yang dikeluhkan kondisinya oleh masyarakat. Di antaranya Sosok-Tayan dan Tanjung-Sanggau. Ruas jalan tersebut kini kondisinya masih rusak.
“Beberapa waktu lalu Gubernur Kalbar Cornelis sudah meluncurkan rencana pembangunan proyek untuk kedua ruas jalan tersebut. Itu sebagai tanda bawa proyek jalan sudah siap,” katanya.
Ruas jalan Sosok-Tayan, dana yang dibutuhkan sekitar Rp300 miliar, sumber anggaran dari Asian Development Bank (ADB). Sedangkan ruas Tanjung-Sanggau, sekitar Rp200 miliar, sumber dana APBN. Ruas jalan lain yang juga akan dibenahi yakni dari Sekadau-Sanggau dengan nilai anggaran Rp300 miliar.
“Kalau kita total sekitar Rp500 miliar lebih. Sebenarnya semuanya akan ditangani oleh ADB semua. Hanya saja administrasinya sangat sulit dan hal itu sudah dikomunikasikan ke menteri saat penancapan tiang pertama Jembatan Tayan,” jelasnya.
Jakius berharap tahun 2014 apa yang sudah diharapkan Menteri PU, jalan rata-rata nasional 19 persen terlampaui mantapnya. Dirinya mengakui sekarang sedang membina jalan-jalan kabupaten/kota yang masih di bawah rata-rata nasional.
“Kalau kabupaten tidak mampu akan kita tingkatkan statusnya menjadi jalan provinsi atau nasional. Makanya kita akan rapat lagi Januari. Tidak ada artinya jalan nasional dan provinsi bagus. Sementara jalan kabupaten/kota masih di bawah rata-rata nasional,” ujarnya.
Padahal semua kegiatan ekonomi bersumber dari kabupaten/kota. Muaranya baru ke provinsi. “Harapan kami dana DAK kabupaten/kota diprioritaskan untuk jalan. Kalau mereka bisa menggunakan 40 persen untuk infrastruktur jalan, saya yakin bisa mengangkat jalan yang di bawah rata-rata nasional,” tegas Jakius. (kie)

Siapa yang Miskin?

Walikota Singkawang Hasan Karman
Walikota Singkawang DR KRA Hasan Karman Notohadiningrat
Singkawang – Setiap membicarakan siapa saja yang miskin, selalu dihadapkan pada perbedaan mengenai cara mengukurnya. Hal itu pula yang terjadi di Kota Singkawang ketika penyuguhan angka kemiskinan dan pelaksanaan program untuk orang miskin.
Ketika menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) akhir masa jabatannya sebagai Walikota Singkawang periode 2007-2012, Dr KRA Hasan Karman Notohadiningrat mengungkapkan memang ada yang mempersoalkannya.
“Sebagian kalangan mempersoalkan capaian hasil indikator penurunan kemiskinan yang dihitung dengan pendekatan makro dengan data program penanggulangan kemiskinan yang dihitung berdasarkan pendekatan mikro, seperti data penerima beras miskin,” kata Hasan.
Terkait perbedaan itu, Hasan menjelaskan, kalau pendekatan angka kemiskinan makro menunjukkan penduduk yang benar-benar miskin. Sedangkan pendekatan program atau mikro disesuaikan dengan besaran pagu dana pemerintah yang tersedia. “Sehingga yang bukan benar-benar miskin, seperti hampir miskin pun, dapat saja mendapatkan layanan program pemerintah tersebut,” paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, Hasan juga menanggapi tentang adanya kesan inkonsistensi antara laporan makro terkait menurunnya angka kemiskinan dari 6,12 persen pada 2010 menjadi 5,83 persen pada 2011 dengan data mikro berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang menyebutkan kenaikan Rumah Tangga Sasaran (RTS) dari 13.200 menjadi 13.500 RTS.
Dia menjelaskan, adanya perbedaan individu dalam mengaitkan hubungan antara data faktual penduduk miskin yang diperoleh berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan data program kebijakan berupa data penduduk RTS yang diperoleh berdasarkan PPLS 2012, dikarenakan metodologinya berbeda. “Kedua jenis data kemiskinan tersebut diperoleh dengan pendekatan, metodologi yang berbeda dengan kegunaan atau tujuan yang berbeda pula,” terang Hasan.
Data kemiskinan makro, tambah Hasan, merupakan hasil pendapatan Susenas yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS). Disebut makro, selain karena tidak dapat menampilkan data by name (per nama), by address (per alamat), juga sering hanya menampilkan angka persentase kemiskinan, tidak dilengkapi dengan data absolut atau jumlah jiwa.
“Angka ini dapat diperoleh setiap tahun, meskipun belum dapat memenuhi harapan kita dari sisi ketepatan waktu. Tetapi data inilah yang digunakan sebagai indikator angka kemiskinan dalam dokumen perencanaan dan evaluasi pembangunan nasional,” kata Hasan.
Data makro ini yang digunakan karena dapat kontinu diperoleh setiap tahun dan memenuhi kriteria kemiskinan dasar dengan pendekatan asupan kalori penduduk yang kemudian dialihkan (dikonversi) dalam bentuk nilai uang. “Angka ini terbandingkan secara objektif antarwilayah provinsi dan kabupaten/kota,” ujar Hasan.
Merujuk pada angka yang telah dirilis BPS, penduduk miskin di Kota Singkawang 7,89 persen pada 2008, selanjutnya turun menjadi 6,2 persen pada 2009 dan 6,12 persen pada 2010. Sedangkan berdasarkan data indikator mikro diperkirakan pada 2011 diperoleh angka sementara 5,83 persen dan pada 2012 diperoleh 5,56 persen. “Data kemiskinan mikro yang merupakan hasil PPLS, juga dilaksanakan BPS,” kata Hasan.
Disebut mikro, jelas Hasan, selain dapat menampilan data by name dan by address, juga dapat digunakan langsung sebagai bahan dalam pelaksanaan program. Misalnya, untuk program Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras Miskin (Raskin), dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
“Data ini dikeluarkan tidak setiap tahun, tetapi sesuai dengan kebutuhan, dengan kriteria tertentu. Misalnya BLT dengan 14 kriteria, mulai dari kebiasaan makan, berpakaian, dan bertempat tinggal,” kata Hasan. (dik)

Stiker buat Warga Miskin

Pontianak  - Wacana memberikan stiker bagi warga miskin dilontarkan anggota DPRD Kota Pontianak, seiring akan dibahasnya Raperda Penanggulangan Kemiskinan. Langkah ini penting, membedakan yang memang tidak mampu secara ekonomi, dengan yang mengaku miskin.
“Wacana pemberian stiker ini akan kita sampaikan, saat hearing dengan Pemkot dalam membahas Raperda Penanggulangan Kemiskinan nanti,” kata Ketua Badan Legislasi DPRD Kota Pontianak, Pramono Tripambudi, pada Equator beberapa waktu lalu.
Pemasangan stiker miskin secara teknis akan dilakukan Pemkot Pontianak yang akan bekerja sama dengan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD). Stiker tersebut, sekaligus sebagai tanda hasil pendataan dalam proses penerapan Raperda penanggulangan kemiskinan yang nantinya akan disahkan menjadi Perda.
“Pemasangan stiker miskin diharapkan dapat menjadi shock therapy bagi warga yang mengaku tidak mampu, sekaligus sebagai kontrol bagi masyarakat,” kata Pramono.
Dengan demikian, lanjut dia, program Pemkot baik di bidang kesehatan, ekonomi, maupun pendidikan benar-benar efektif dan tepat sasaran. “Pemberian tanda bagi keluarga miskin dimaksudkan untuk memastikan validitas status rumah tangga warga,” ujarnya.
Pramono mengaku yakin, jumlah masyarakat miskin akan berkurang bila verifikasi dalam Penduduk miskin dilakukan secara benar. “Dinamika perkembangan ekonomi masyarakat tentunya berpengaruh pada perubahan status. Untuk itu kami berharap Raperda ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat yang benar-benar miskin dan membutuhkan bantuan,” harapnya.
Dilanjutkan politisi dari PKS ini, secara teknis Raperda ini nantinya hampir sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Namun lebih spesifik pada warga miskin di Kota Pontianak.
Tujuan utama dari Raperda inisiatif ini, menghitung jumlah penduduk miskin serta mengumpulkan informasi faktor-faktor kemiskinan yang dialami warga tersebut. “Hasilnya akan menjadi bahan evaluasi, pembangunan serta untuk menyusun perencanaan bantuan bagi rakyat miskin. Agar pembangunan kependudukan, sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang bisa semakin membaik,” pungkasnya. (oVa)

Kompensasi BBM Fokus Warga Tak Mampu

Pontianak - Rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi April tahun ini akan dibarengi kompensasi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), Bantuan Siswa Miskin (BSM), beras bagi masyarakat miskin, serta pemberian kupon transportasi.
“Pemerintah harus fokus dalam menentukan sasaran masyarakat mana yang akan mendapatkan kompensasi ini,” kata Ali Nasrun, pengamat ekonomi dari Universitas Tanjungpura kepada Equator, Rabu (29/2).
Ali Nasrun menyarankan agar kompensasi itu tidak diberikan seperti pola sebelumnya melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT). Tapi lebih kepada perlindungan masyarakat yang tidak mampu. Misalkan untuk fasilitas umum, pendidikan, dan kesehatan.
“Rehab SD dan posyandu misalkan. Yang paling baik menurut saya adalah kompensasi raskin. Karena kenaikan harga BBM sedikit-banyak akan mendongkrak inflasi, sehingga daya beli masyarakat akan terpukul,” kata Ali Nasrun.
Kompensasi langsung itu dipatok Rp150.000 per bulan. Dana BLSM akan diberikan ketika keputusan kenaikan BBM subsidi diketok. Nantinya, BLSM ini akan disalurkan kepada 1,5 juta rumah tangga sangat miskin. Pemerintah telah menganggarkan Rp30 triliun untuk program kompensasi ini yang akan diberikan selama sembilan bulan.
Di Kalbar, data BPS menyebutkan jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) hingga September 2011 sekitar 376.120 orang dari total jumlah penduduk 4,39 juta jiwa. Dibandingkan penduduk miskin pada Maret 2011 yang berjumlah 380.110 orang, mengalami penurunan sekitar 3.990 orang atau menurun 0,12 persen.
Selama periode Maret 2011-September 2011 penurunan persentase penduduk miskin terjadi di daerah pedesaan sedangkan peningkatan persentase penduduk miskin terjadi di daerah perkotaan. Untuk daerah pedesaan turun 0,34 persen dari 9,59 persen menjadi 9,25 persen sedangkan untuk daerah perkotaan naik 0,37 persen dari 6,33 persen menjadi 6,70 persen.
Terpisah, Ketua STKIP Pontianak Dr Samion AR MPd berharap pemerintah jangan hanya menyelamatkan APBN saja, tapi juga menyelamatkan masyarakat. “Kebocoran pajak dan korupsi, serta banyak hal lainnya harus ditangani,” ujar Samion.
Menurut Samion, jika pemerintah berkeinginan memberikan dana kompensasi atas kenaikan BBM itu, khususnya bantuan pendidikan, maka pihak swasta juga diperhatikan. “Misalkan untuk negeri 10 persen, paling tidak untuk swasta 2,5 persen. Kita juga sama dengan yang negeri, sama-sama membangun anak bangsa,” harap dia.
Ia menginginkan kompensasi bantuan pendidikan yang direncanakan pemerintah sebagai dampak dari kenaikan BBM itu juga ditujukan kepada perguruan tinggi swasta.
“Saya dipercaya pemimpin STKIP sejak 2006 lalu sampai sekarang belum pernah dapat kucuran dana pemerintah. Swasta seperti dianaktirikan, sangat jauh dengan sekolah negeri. Sejak kenaikan awal BBM sampai ada rencana kenaikan lagi, kita tidak pernah mendapat kompensasi,” ungkapnya.
Memang, kata Samion, sempat ada MoU antara STKIP dengan Dinas Pendidikan Provinsi terkait pemberian beasiswa untuk 100 mahasiswa. Namun MoU itu tidak berjalan penuh, dari empat tahun kesepakatannya hanya terealisasi tiga tahun saja.
“Padahal dalam MoU itu seharusnya empat tahun, yakni dari angkatan 2007-2008 sampai 2010-2011. Tapi dalam perjalanannya hanya sampai 2010. Ketika kita menanyakan persoalan ini ke dinas pendidikan, tidak ada direspons,” sesal dia. (jul)
Penduduk Miskin Kalbar Maret-September 2011
Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Penduduk Miskin
(dalam ribuan)
Penduduk Miskin
Makanan Bukan Makanan Total
Perkotaan      
Maret 2011 168.709 56.536 225.245 84,47 6,33%
September 2011 179.627 59.784 239.411 89,89 6,70%
Pedesaan      
Maret 2011 160.275 38.611 198.886 295,64 9,59%
September 2011 170.293 40.776 198.886 286,24 9,25%
Kota + Desa      
Maret 2011 162.823 44.027 206.85 380,11 8,60%
September 2011 173.115 46.522 219.636 376,13 8,48%
Sumber: Pengelolaan Susenas Triwulanan 2011

SKPD Harus Monitor Warga Miskin

Burhanuddin A Rasyid, Juliarti Djuhardi Alwi
M. Ridho
Ir H Burhanuddin A Rasyid, mantan Bupati Sambas bersama Bupati Sambas dr Hj Juliarti Djuhardi Alwi MPH menyerahkan bantuan kepada warga tidak mampu di Kabupaten Sambas
Sambas – Bupati Sambas dr Hj Juliarti Djuhardi Alwi MPH meminta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), khususnya Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Sambas, camat, dan kepala desa lebih aktif memonitor masyarakat miskin di Kabupaten Sambas.
Harapan itu diungkapkan bupati saat menyerahkan bantuan untuk warga tidak mampu di Dusun Sungsung, Desa Saing Rambi, Kecamatan Sambas.
“Kita harus bersama-sama memiliki kepedulian. Laporkan jika ada warga di daerah kita yang tidak mampu kepada Disnakertransos, apalagi kehidupannya serbakekurangan dan memiliki anak mengalami gizi buruk. Jadi ini harus menjadi perhatian kita bersama,” kata bupati perempuan pertama di Kalbar kepada wartawan, Rabu (5/9), usai menyerahkan bantuan kepada masyarakat tidak mampu.
Agar semua informasi dapat dirasakan bersama, maka semua lapisan masyarakat harus meningkatkan perannya secara bersama-sama. “Buktinya sekarang masih ditemukan masyarakat miskin yang dalam kehidupannya masih hidup tidak layak, sangat jauh dari harapan. Makanya ini menjadi kewajiban kita bersama untuk memerhatikannya,” ujar Ketua DPD PAN Kabupaten Sambas ini prihatin.
Dikatakan dia, untuk sistem pelaporannya, masyarakat dapat mengajukan kepada kepala desa, camat, atau langsung ke dinas terkait. Jika administrasinya berjalan dengan baik, maka pemerintah bisa lebih cepat menanggulangi masyarakat kurang mampu yang hidup jauh dari layak.
Ditegaskan bupati, bagi warga kurang mampu tersebut akan dibantu dalam bentuk bedah rumah. Di mana disiapkan dana untuk 10.600 unit Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) untuk Kabupaten Sambas. “Semua program ini akan terealisasi dan tepat sasaran apabila kita saling menginformasikan, maka dari itu, dukungan dari berbagai pihak sangat diharapkan,” ajak Juliarti.
Sementara itu mantan Bupati Sambas Ir H Burhanuddin A Rasyid yang ikut menghadiri penyerahan bantuan mengajak seluruh masyarakat Kabupaten Sambas untuk peduli terhadap sesama warga yang tidak mampu.
“Atas nama masyarakat, saya ucapkan terima kasih kepada Pemkab Sambas yang merespons cepat kondisi masyarakatnya. Mudah-mudahan bantuan tersebut bermanfaat,” harap calon Wakil Gubernur Kalbar ini. (edo/**)

Kalbar Paling Miskin di Kalimantan

Pontianak – Belum ada gebrakan yang berarti untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat Kalimantan Barat. Provinsi ini tergolong termiskin di Pulau Kalimantan.
“Dalam hal jumlah dan persentase penduduk miskin, Kalbar termasuk provinsi dengan tingkat kemiskinan regional tertinggi mencapai 369,11 ribu orang atau 8,48 persen,” kata Yomin Tofri, Kepala BPS Kalbar dalam release berita resmi statistik di Kantor BPS, Senin (2/1).
Garis kemiskinan pada Maret 2011, Kalbar masih terendah di regional Kalimantan yaitu sebesar Rp 219.636. Untuk perbandingan beberapa indikator kemiskinan regional Kalimantan dan nasional pada September 2011, provinsi dengan jumlah 376,12 orang yang persentase penduduk miskin sebesar 8,48 persen.
Untuk Kalteng, garis kemiskinan 25.245 per kapita/bulan, 150,01 orang dengan penduduk miskin mencapai 6,64 persen. “Sedangkan Kalsel dengan jumlah sebanyak 198,61 orang memiliki persentase penduduk miskin mencapai 5,35 persen. Kaltim dengan penduduk 247,13, persentase penduduk miskinnya mencapai 6,63 persen,” kata Yomin.
Sementara untuk ekspor dan impor Provinsi Kalimantan Barat pada November 2011 mengalami penurunan. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Kalbar Yomin Tofri, penurunan tersebut masing-masing 32,14 persen untuk ekspor dan 49,29 persen untuk impor di provinsi itu.
Provinsi yang dulunya dikenal memiliki sumber daya alam melimpah ini, lambat laun tereksplorasi habis. Pun demikian masih memiliki komoditas andalan untuk diekspor. Karet dan barang dari karet, perhiasan permata, biji kerak dan abu logam serta kayu dan barang dari kayu mendominasi ekspor Kalbar tahun ini.
“Keempat golongan ini menyumbang 97,52 persen dari total ekspor,” kata Yomin. Cina, Jepang, dan Hong Kong menjadi tiga negara tujuan ekspor Kalbar terbesar pada November 2011.
Tujuan ekspor Kalbar didominasi negara Asia dengan kontribusi sebesar 89,66 persen, Argentina 2,11 persen, Hungaria 1,80 persen, Belanda 1,43 persen.
Sedangkan impor Kalbar, lanjut Yomin Tofri, didominasi bahan bakar mineral, mesin-mesin/pesawat mekanik, pupuk, bahan kimia organik, serta besi dan baja. “Sebagian besar impor Kalbar berasal dari Asia. Sisanya dari Rusia, Amerika Serikat.\, dan Jerman,” ungkap pengganti Iskandar Zulkarnain ini.
Ia menambahkan, Singapura, Cina, dan Malaysia menjadi tiga negara pemasok terbesar impor Kalbar November 2011, yaitu sebesar US$ 20,86 juta atau 82,54 persen dari keseluruhan impor Kalbar. Selain tiga negara tersebut, Vietnam, Rusia, dan Jepang juga memberikan andil impor Kalbar.
“Untuk neraca perdagangan luar negeri Kalbar pada November 2011 mengalami penurunan sebesar 28,20 persen dibanding Oktober 2011,” tambah Yomin Tofri. (dna)
Provinsi Penduduk Miskin
Kalbar 8,48%
Kalteng 6,64%
Kalsel 5,35%
Kaltim 6,63%
Data BPS Kalbar 2011

363.310 Warga Kalbar Miskin

Pontianak – Kemiskinan merupakan masalah utama di negeri ini, termasuk Kalbar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalbar per Maret 2012, jumlah warga miskin sebanyak 363.310 jiwa atau 8,17 persen dari kurang-lebih empat juta penduduk Kalbar.
Utusan khusus presiden untuk penanggulangan kemiskinan, HS Dillon, menawarkan konsep menuntaskan kemiskinan dengan menggerakkan tokoh agama. Dari tokoh agama ini yang akan memberikan kesadaran bagi masyarakat yang sudah mapan untuk membantu yang miskin. Konsep tersebut dianggap efektif memaksimalkan ajaran agama. Apalagi masing-masing agama sudah mensyariatkan harta seseorang itu ada bagian untuk orang tidak mampu.
“Kita menawarkan konsep baru dengan mengupayakan para guru, kiai, maupun pastor memberikan motivasi, supaya setiap orang berjuang untuk kepentingan dia. Saudara-saudaranya mengulurkan tangan untuk membantu dia. Tidak boleh menunggu pemerintah pusat memberikan bantuan,” kata HS Dillon kepada wartawan di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, Jumat (14/12).
Menurutnya, pemerintah sudah memberikan berbagai bantuan. Mulai dari program perumahan, pendidikan, dan bantuan lainnya. Tetapi diharapkan pemimpin-pemimpin lokal yang ada di daerah harus menggerakkan tokoh agama.
“Selain itu, memberdayakan kearifan lokal. Kearifan lokal ini mengatur hubungan sesama yang adil dan hubungan kita dengan alam. Nenek moyang kita tidak pernah merusak hutan dan lingkungan. Yang merusak dari luar semua,” ujar HS Dillon.
Apalagi di Kalbar, komposisi lapangan kerja penduduk masih didominasi dari pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, angkanya 55,41 persen. Artinya masih sangat tergantung dengan alam. Karena itu, kearifan lokal masih sangat berperan.
Selain itu dari sektor jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan sebesar 13,36 persen. Dari pertambangan dan penggalian sebesar 6,27 persen. Perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi sebesar 13,63 persen, konstruksi atau bangunan 4,74 persen, angkutan pergudangan dan komunikasi 2,80 persen. Lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan 1,04 persen, listrik, gas dan air 0,15 persen, dan industri 2,59 persen.
“Penanganan kemiskinan tidak cukup kalau hanya dibebankan kepada pemerintah. Jadi harus bersama-sama bergandengan tangan. Kenapa IPM Indonesia itu rendah, tidak cukup hanya pendidikan dan kesehatan tetapi juga harus sejahtera,” jelasnya. Kehadiran HS Dillon ke Kalbar ingin mengetahui program apa saja yang sudah dilakukan kepala daerah untuk mengentaskan kemiskinan.

Belum bisa tuntaskan kemiskinan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang besar saat ini ternyata belum mampu digunakan untuk menuntaskan kemiskinan. Padahal APBN yang setiap tahun ditambah, dimaksudkan untuk kesejahteraan rakyat dan menurunkan kemiskinan.
Sebagaimana pernah dikatakan Wakil Ketua MPR Hadjriyanto Y Thohari, sesuai amanat Pasal 23 UUD 45, APBN digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Karena itu, harusnya APBN kita yang Rp1.430 triliun itu bisa untuk kemakmuran rakyat. Tapi faktanya rakyat miskin dan telantar, pembangunan infrastruktur sangat minim,” ungkapnya.
Hadjriyanto membandingkan, masa terakhir pemerintahan Soeharto APBN sekitar Rp213 triliun dan pada masa Megawati Rp400 lebih triliun. Dengan APBN yang terbilang kecil di masa dua pemerintahan itu, pembangunan tetap jalan. Kini masa Presiden SBY, anggaran sangat besar tapi nyaris tidak berdampak.
Untuk itu, politisi senior Golkar ini berharap pemerintah serius mengelola APBN untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. (kie/rmol)