Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Senin, 02 Juli 2012

Sekadau Digoyang Video Mesum 15 Menit

Simon Petrus: Ketatkan Pengawasan!

Sekadau – Ketika segudang prestasi diraih, dunia pendidikan Sekadau malah tercoreng aksi video mesum empat remaja. Parahnya, video berdurasi 15 menit itu telah tersebar luas di Sekadau. Para pelaku masing-masing T, 18, dan H, 18, pelajar kelas tiga salah satu sekolah setingkat SMU. Pelaku lainnya, Bunga, 14, baru lulus SMP, dan Y, 18, lulusan salah satu sekolah setingkat SMU di Sekadau.
Video mesum itu terungkap setelah Polsek Sekadau Hilir menerima laporan dari warga, 1 Juni lalu. Polisi akhirnya bisa mengendus para pelaku sebulan kemudian. “Tanggal 28 Juni lalu kita menangkap tiga pelaku, yakni T, H, dan Y. Mereka langsung kita tetapkan sebagai tersangka,” ujar Kapolsek Sekadau Hilir AKP L Purba saat menghadiri acara HUT Bhayangkara di Mapolres Sekadau, kemarin.
T dan Bunga melakukan adegan mesum di rumah indekos milik T, Jalan Merdeka Gang H Deraup. Video itu sengaja direkam Y karena disuruh oleh T dari lubang dinding kamar indekos yang telah disiapkan sebelumnya. Kemudian video itu diberikan Y kepada seseorang yang belum diketahui identitasnya. Orang itulah yang menyebarkan video itu, termasuk kepada H, sehingga menyebar luas di masyarakat.
Video dimulai dengan cumbu mesra T dan Bunga. Seraya menggerayangi tubuh Bunga, T melucuti satu per satu pakaian Bunga sehingga hanya tinggal baju. Bunga yang awalnya tampak malu-malu, akhirnya takluk dan pasrah akibat cumbuan T dan hubungan badan pun terjadi.
Saat ini T, H, dan Y telah ditahan di Mapolres Sekadau. “T kita kenakan undang-undang perlindungan anak dan UU pornografi. Sementara Y dan H kita kenakan UU pornografi,” kata Purba. Diakui Purba, untuk ketiga pelaku ini, kasusnya sudah masuk dalam tahap penyidikan. “Tapi kita juga masih melakukan penyelidikan kemungkinan adanya tersangka lain,” imbuhnya.
Kasus ini adalah sebuah pembelajaran berharga yang harus disikapi secara serius oleh semua pihak. Karena itu Purba mengimbau kepada para orang tua, terutama orang tua yang anaknya sekolah dan indekos di Sekadau agar lebih rutin lagi mengawasi anaknya.
“Anak-anak yang indekos di Sekadau harus sering-sering diawasi oleh orang tuanya. Tidak menutup kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Untuk para guru, lakukan razia HP secara rutin. Bila perlu lakukan kerja sama dengan pihak kepolisian,” tandas Purba.
Dijumpai Equator di Mapolres Sekadau, T mengaku baru satu kali memvideokan perbuatan mesumnya. “Ini yang pertama dan terakhir, Bang,” katanya dengan nada menyesal. T mengaku sering menonton video porno. Dia sengaja menyuruh Y merekam adegan mesumnya untuk disimpan di telepon selularnya. “Soalnya sebelum kami main, dia (Y, red) juga nanya mau direkam ndak,” ucapnya membela diri.
Sementara Y mengaku merekam adegan tak senonoh itu setelah mendapat izin dari T. “Saya rekam menggunakan hand phone,” ucapnya. Y membantah dianggap sebagai penyebar video mesum itu. Ia mengaku hanya memberikan kepada seseorang. “Waktu saya lagi nonton, ada kawan yang lihat dan dia minta. Saya juga ndak menjual video ini,” tandasnya.
Bupati Sekadau Simon Petrus SSos MSi mengaku prihatin dengan video mesum itu. Terutama karena pelaku dalam video itu masih berstatus pelajar. “Saya prihatin, para guru harus lebih intensif melakukan pembinaan siswa, mengetatkan pengawasan, dan menegakkan disiplin di Sekolah,” desak Simon. (bdu)

RSBI Pertama di KKR Diresmikan

Sungai Raya - Setelah melewati proses dan penilaian yang cukup panjang, akhirnya SDN 09 Sungai Raya diresmikan sebagai Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Peresmian dilakukan Wakil Bupati Kubu Raya Andreas Muhrotien, Sabtu (30/1) lalu.
Kepala SDN 09 Sungai Durian Drs Suparman saat peresmian berharap, dalam waktu tiga tahun ke depan titel rintisan pada sekolah yang dipimpinnya ini bisa ditingkatkan lagi. “Saya optimis, sebab perjuangan para guru dan komite sekolah, tidak mesti sampai di sini. Ini baru dimulai,” ujarnya.
Dikatakannya, status RSBI mewajibkan setiap kelas diisi paling banyak 28 siswa, sedangkan jumlah keseluruhan siswa SDN 09 saat ini telah mencapai 650 siswa.
“Untuk itu, saya juga meminta agar Pemkab Kubu Raya bisa menyediakan sekolah alternatif di dekat sini. Sebab ketika kami membuka pendaftaran siswa baru, hanya membutuhkan waktu 30 menit saja, 120 formulir sudah habis. Untuk tahun ajaran ini, RSBI SDN 09 Sungai Durian sudah menyediakan dua lokal baru yang dikhususkan untuk kelas internasional, yang telah dilakukan seleksi terhadap seluruh siswa,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Kubu Raya Andreas Muhrotien mengatakan, label rintisan masih melekat pada SDN 09 Sungai Durian, sebab dari delapan syarat yang ada, dua syarat yakni sarana dan prasarana SDN 09 masih perlu ditingkatkan lagi agar label rintisan bisa segera dilepas.
“Kami sebagai Pemkab Kubu Raya tertantang dalam masa tiga tahun, label tersebut harus dilepas. Sebab selama tiga tahun itu pula, pemerintah pusat melalui Departemen Pendidikan Nasional secara bertahap mengucurkan dana untuk membantu peningkatan kualitas bangunan sekolah,” jelas Andreas.
Dikatakannya, jika dalam waktu tiga tahun ternyata label rintisan tidak tercapai, tentu tidak hanya pihak sekolah yang merasa malu. Pemerintah Kubu Raya juga bakal kehilangan muka di hadapan pemerintah pusat. Selaku figur yang sudah 32 tahun mengabdikan diri di dunia pendidikan, Andreas secara tegas menyatakan akan memandu agar SDN ini bisa meraih predikat berstandar internasional. “Saya terpanggil untuk memajukan pendidikan di Kubu Raya,” katanya. (ROx)

Tak Penuhi Syarat, Mutasikan Guru dari RSBI

Pontianak - Guru di Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) minimal nilai Test of English as a Foreign Language (ToEFL) atau nilai tes Bahasa Inggris-nya 450. Bila tidak terpenuhi, segera mutasikan ke sekolah biasa.
“Kalau ada guru di RSBI yang tidak memenuhi syarat harus dimutasikan,” tegas Mujiono, Anggota Komisi D DPRD Kota Pontianak ketika Rapat Kerja (Raker) dengan Dinas Pendidikan Kota Pontianak di DPRD Kota Pontianak, kemarin (27/7).
Mujiono mengharapkan persyaratan itu menjadi perhatian yang sama, agar RSBI memiliki output yang jelas, sesuai yang dibutuhkan atau yang diharapkan dari tujuan sekolah tersebut.
Selain harus jago Bahasa Inggris, guru di RSBI juga harus memenuhi persyaratan kuantitas. Di antaranya minimal dalam satu RSBI terdapat 10 persen guru alumnus Pascasarjana atau Strata Dua (S2) untuk Sekolah Dasar (SD), 20 persen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 30 persen untuk Sekolah Menengah Atas (SMA).
Menurut Mujiono, dengan pemenuhan standar kualitas dan kuantitas guru di RSBI itu, tentunya lulusannya nanti lancar berbahasa Inggris dan kualitasnya di atas rata-rata sekolah biasa. Output yang seperti itu yang diharapkan kata Mujiono, sehingga sebanding dengan biaya yang dikeluarkan para orangtua murid. “Boleh saja RSBI menetapkan biaya Rp 2 juta, Rp 3 juta atau Rp 5 juta sekalipun, asalkan output-nya jelas, jangan kualitasnya sama dengan sekolah bisa,” katanya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak Arif Joni Prasetyo mengatakan, RSBI harus memiliki data-data konkret berupa target kualitatif dan kuantitatif penyelenggaraan pendidikan. “Kita meminta RSBI menyerahkan data target tersebut kepada DPRD agar dapat dievaluasi,” harapnya.
Setelah mengevaluasi perkembangannya, maka perlu pembicaraan lebih lanjut untuk memajukan atau memperbaiki kualitas dan kuantitas RSBI, agar output-nya jelas dan bukan standar rata-rata sekolah biasa. “Kita minta Dinas Pendidikan secepatnya menyerahkan target tersebut ke DPRD, supaya ada rekomendasi dari DPRD untuk RSBI di Kota Pontianak,” tegas Arif.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kota Pontianak, Dwi Suryanto menjelaskan, pembiayaan RSBI ditanggung pemerintah pusat sebesar 50 persen, provinsi 30 persen dan Kota Pontianak 20 persen. “Jika dana dari tiga sumber ini masih kurang, maka sekolah dapat membebankan pendanaan lagi kepada orangtua murid,” katanya.
Di Kota Pontianak, seluruh sekolah negeri sudah masuk kategori Rintisan Sekolah Berstandar Nasional (RSBN). Sedangkan yang masuk kategori standar RSBI, yakni SMA Negeri 2, Santo Petrus, SMK Negeri 3 dan SMP Negeri 10 Pontianak. Sedangkan sekolah berstatus SBI, yakni SMP Negeri 3 Pontianak.
Mengenai standar pendidikan terdapat beberapa kategori, mulai dari sekolah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) disebutkan juga sekolah standar menjadi RSBN, Sekolah Berstandar Nasional (SBN), RSBI dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). (dik)

Wujudkan Sekolah RSBI SMK

Singkawang - Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mendongkrak Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kota Singkawang, hendaknya juga diwujudkan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
“Selama ini yang ada baru untuk jenjang SD, SMP, dan SMA, sementara SMK belum ada,” ungkap H Zainal Abidin HZ, Sekretaris Komisi C DPRD Kota Singkawang ditemui di ruang kerjanya, Rabu (4/5).
Dengan adanya sekolah RSBI SMK tersebut, kata Zainal, diharapkan Kota Singkawang ke depan di samping sebagai kota jasa dan pariwisata, bidang pendidikannya juga semakin menonjol. “Kita mengharapkan Pemkot Singkawang mewujudkan sekolah berskala internasional,” pintanya.
Tetapi, untuk mewujudkan hal tersebut tentunya tidak gampang. Sehingga Zainal juga mengharapkan partisipasi masyarakat, pelaku usaha, dan lainnya. “Jangan berasumsi kalau pendidikan gratis itu maka semuanya gratis,” ingatnya.
Bagaimana juga, tambah dia, untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Singkawang harus ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai dan tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. “Tanpa adanya tunjangan dana untuk pembangunan sarana prasarana dari masyarakat, tentunya akan sulit meningkatkan kualitas pendidikan, karena tidak bisa semata mengharapkan pemerintah yang mempunyai alokasi dana terbatas untuk menjalankan berbagai sektor pembangunan yang juga menjadi prioritas di Kota Singkawang,” papar Zainal.
Sebelumnya, beberapa RSBI di Kota Singkawang sudah memenuhi Internasional Standar Organization (ISO) seperti SD Negeri 1 Singkawang Tengah, SMP Negeri 3 di Jalan Nusantara, dan SMA Negeri 1 Singkawang Tengah.
Bahkan, untuk SMA Negeri 1 sudah meraih ISO Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001:2008). Sekolah ini bekerja sama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Predikat ISO-nya diperoleh 2008 dan diterima tahun berikutnya. Tetapi, untuk RSBI SMK masih belum ada di Singkawang. Sehingga Zainal mengharapkan Pemkot Singkawang mewujudkannya. “Mudah-mudahan dapat segera diwujudkan,” harapnya.
Sementara itu, kendati SMK belum mempunyai RSBI apalagi SBI, bukan berarti tidak mendapatkan perhatian serius dari Pemkot Singkawang. Karena SMK merupakan salah satu model pendidikan yang sangat cocok diterapkan di Kota Pariwisata ini.
Walikota Singkawang, Dr Hasan Karman, mengatakan, dengan bekal keterampilan yang diperoleh dari SMK, lulusannya dapat diserap dunia usaha. “SMK memang digariskan kalau lulusannya itu bisa bekerja, karena mereka menguasai keterampilan di kejuruannya, ini sangat sesuai dengan Indonesia,” ujarnya.
Melihat sangat cocoknya SMK untuk jenis pendidikan di Indonesia, khususnya Kota Singkawang, Hasan menyampaikan bahwa Kota Pariwisata ini membutuhkan kejuruan di bidang jasa, pariwisata, industri, dalam hal tertentu, misalnya mebel, suvenir, dan pertanian. “Karena setelah kunjungan saya ke Taiwan, saya melihat Taiwan itu negara yang industrinya tidak berskala besar, kecil-kecil tetapi banyak dan tenaga kerjanya lulusan kejuruan,” ujar Hasan.
Dari pantauan di negeri orang tersebut, menurut Hasan, dengan karakter Kota Singkawang, patut dikembangkan kejuruan atau keterampilan mengenai industri kerajinan produk kebutuhan pangan dan pariwisata, akomodasi perhotelan, tata boga, dan lainnya. (dik)

SMKN 3 Pontianak Terima Siswa Kelas RSBI

SMK 3 Pontianak di Jalan S Parman.
SMK 3 Pontianak di Jalan S Parman.
 
Pontianak - Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Depdiknas RI telah menetapkan SMK Negeri 3 Pontianak sejak 2010 menyandang Sekolah Model yang menjadi percontohan di Indonesia. Selain itu sebagai SMK Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
“Status ini sangat layak diterima karena sarana prasarana belajar mengajar sudah sangat memadai. Untuk masing-masing Program Keahlian telah memiliki dua laboratorium praktik,” kata Abriyandi, Humas SMK Negeri 3 Pontianak kepada Equator, Senin (16/5)
Selain laboratorium praktik pembelajaran, juga tersedia laboratorium pendukung pembelajaran yakni untuk Program Keahlian Akuntansi ada Bank Mini. Untuk Program Keahlian Administrasi Perkantoran ada unit foto copy, dan untuk Program Keahlian Pemasaran ada Bisnis Center yang dilengkapi prasarana distribusi.
Di samping itu juga tersedia laboratorium Bahasa yang telah banyak mencetak siswa berprestasi dalam Debat Bahasa Inggris hingga tingkat nasional, dan laboratorium internet. Pengakuan SMK Negeri 3 Pontianak sebagai SMK-RSBI dan Sekolah Model juga didukung bukti nyata prestasi yang diukir siswa dan guru SMK Negeri 3 Pontianak dalam berbagai event, akademik maupun non-akademik mulai tingkat kota, provinsi, nasional maupun internasional.
Sebagai SMK-RSBI, kata Abriyandi, akan dibuka kelas khusus yang proses pembelajarannya menggunakan dua bahasa (bilingual), yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dan berbasis teknologi informasi (IT). Untuk tahun pelajaran 2011-2012 ini, kelas RSBI dibuka pada tanggal 26 – 28 Mei 2011.
Masing-masing Program Keahlian sebanyak satu kelas, yakni Program Keahlian Akuntansi, Administrasi Perkantoran dan Pemasaran, dan setiap kelas sebanyak 32 siswa. Persyaratan khusus untuk kelas RSBI adalah rata-rata nilai rapot SMP/MTs dari semester 1 s/d 5 minimal 7,5.
Kelas Reguler akan dibuka pada gelombang II, Juni-Juli 2011, yang waktunya menunggu petunjuk dari Dinas Pendidikan Kota Pontianak, yang dilakukan secara serentak untuk semua sekolah Negeri di Kota Pontianak. Kelas regular untuk Program Keahlian Akuntansi 3 kelas (96 siswa), Program Keahlian Administrasi Perkantoran 2 kelas (64 siswa), Program Keahlian Pemasaran 2 kelas (64 siswa), dan Program Keahlian Multi Media (baru) 1 kelas (20 siswa).
Untuk dapat lulus menjadi siswa SMK Negeri 3 Pontianak, harus memenuhi 4 syarat kelulusan; yakni 1) telah lulus ujian SMP/MTs, 2) lulus seleksi administrasi, 3) lulus tes tertulis (Bahasa Inggris, Matematika, IPA), dan 4) lulus tes khusus Program Keahlian dan wawancara (minat bakat, keterampilan, Bahasa Inggris dan Psikologis). “Pendaftaran dibuka di sekretariat Panitia SMK Negeri 3 Pontianak Jalan S. Parman Pontianak,” kata Abriyandi. (rls)

Tinjau Kembali RSBI

Singkawang - Keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di semua jenjang pendidikan di Kota Singkawang hendaknya ditinjau kembali. Karena beberapa orangtua mengeluhkan besarnya biaya di sekolah-sekolah tersebut.
“Perlu ditinju ulang, karena biayanya mahal yang pada gilirannya membebani keuangan pemerintah, pemerintah daerah dan khususnya orangtua,” kata Uray Aswandi, Wakil Ketua Fraksi Amanat Kebangkitan Sejahtera Daerah di tempat kerjanya, Rabu (13/7).
Hal tersebut disampaikannya dalam Pandangan Akhir (PA) Fraksi-fraksi DPRD Kota Singkawang terkait akan disahkannya Raperda Penyelenggaraan Pendidikan menjadi Perda Kota Singkawang.
Aswandi mengatakan, biaya yang mahal di sekolah berstatus RSBI sudah beberapa kali dikeluhkan para orangtua calon siswa. Karena biaya yang dibebankan kepada orangtua ketika akan masuk ke sekolah tersebut cukup mahal. “Sehingga sekolah tersebut menjadi eksklusif, karena hanya bisa dimasuki oleh anak orang-orang kaya,” ungkapnya.
Selain itu, tambah dia, perlunya ditinjau ulang keberadaan RSBI, karena dari segi output juga masih perlu dipertanyakan. “Bahkan bisa jadi, indah kabar dari rupanya,” ucap Aswandi mengiaskan.
Dia menjelaskan, peninjauan kembali output RSBI itu memang patut dilakukan, agar siswa yang lulus dari sekolah itu benar-benar mempunyai kualitas bertaraf internasional. Tanggapan Fraksi Amanat Kebangkitan Sejahtera Daerah DPRD Kota Singkawang tersebut menjadi perhatikan Walikota Singkawang, Dr Hasan Karman. Sehingga dia meminta Plt Sekda untuk mencatat catatan-catatan tersebut. “Saya minta Plt Sekda untuk mencatat catatan-catatan yang disampaikan fraksi, agar dapat segera ditindaklanjuti demi kemajuan dunia pendidikan Kota Singkawang,” tegasnya.
Terkait peningkatan kualitas dunia pendidikan di Kota Singkawang, Hasan mengharapkan semua masyarakat, instansi terkait untuk bersama-sama bertanggung jawab agar pendidikan tidak terpuruk. “Mudah-mudahan melalui tanggung jawab bersama, ke depan pembangunan pendidikan di Kota Singkawang bisa menjadi lebih baik,” harapnya. (dik)

Terapkan Sistem Online

Pengadaan Barang dan Jasa
 
Sintang - Bupati Sintang, Milton Crosby, memastikan terhitung 1 Januari 2012, seluruh proses pengadaan barang ataupun jasa di SKPD di Sintang harus melalui layanan pengadaan secara elektronik.
“Layanan tersebut akan dikelola oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP),” kata Milton, saat membuka pelatihan pengadaan barang/jasa tingkat dasar dan ujian sertifikasi ahli pengadaan barang/jasa di Gedung Pancasila Rabu (20/7).
Pelatihan diikuti 212 PNS di lingkungan Pemkab Sintang selama dua hari ini, akan berlangsung hingga 22 Juli, menghadirkan narasumber Muhammad Irfan ST MT, dari LKPP Jakarta.
Milton juga menyambut baik dilaksanakannya pelatihan pengadaan barang/jasa tingkat dasar, termasuk dengan ujian sertifikasi. “Kegiatan ini sangat baik untuk pemerintah daerah maupun pemangku kepentingan, khususnya penyedia barang dan jasa pemerintah,” kata Milton.
Diutarakan Milton, penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah harus mengacu pada peraturan dan ketentuan yang berlaku. Perubahan aturan berupa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80/2003, menjadi Perpres Nomor 54/2010 sangat memerlukan tenaga andal dari para PNS, terutama keahlian dalam pengadaan barang dan jasa.
“Kalau keahlian ini sudah ada, tentu kita dapat melaksanakannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Ini lebih efektif dan efisien dan tidak menimbulkan risiko hukum di kemudian hari,” ucap Milton.
Pada Perpres nomor 54/2010, lanjut Milton, terdapat beberapa perubahan yang mendasar dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Aturan itu dilengkapi, berupa tata cara pengadaan dan standar bidding document, pelaksanaan lelang atau seleksi yang sederhana termasuk persyaratan lelang yang mudah, serta adanya Unit Layanan Pengadaan.
Pada perpres itu pula, diperkenalkan aturan, sistem, metode, dan prosedur yang lebih sederhana dengan menghapus metode pemilihan langsung dengan pelelangan sederhana serta dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi.
“Yang jelas dalam perpres itu sangat menciptakan iklim yang kondusif, persaingan yang sehat, efisiensi belanja negara, dan mempercepat pelaksanaan APBD,” terang Milton. (din)

RSBI Tak Terapkan Sistem Online

Pontianak – Ternyata penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2012 secara online di Kota Pontianak untuk jenjang SMP tidak berlaku untuk sekolah yang berbasis internasional.
Wakil Kepala Sekolah SMP Negeri 10 Kota Pontianak Drs Petrus Joko mengatakan Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI) mempunyai kebijakan sendiri menerima peserta didik baru. “Kota Pontianak sudah ada dua sekolah RSBI, yaitu SMP Negeri 3 Pontianak dan SMP Negeri 10 Pontianak,” ungkapnya kepada wartawan.
Ia menjelaskan, untuk SMP Negeri 3 Pontianak sudah lima tahun menjadi Rintisan Sekolah Berbasis Internasional, sedangkan SMP Negeri 10 baru tahun ini. “Sekolah RSBI tidak ikut sistem online. Sekolah punya kewenangan tersendiri untuk menerima peserta didik baru,” jelasnya.
Diakui Petrus, SMP Negeri 10 tahun ini sudah menjadi RSBI dan PPDB di SMP Negeri 10 sendiri, sudah berlangsung sejak satu bulan yang lalu. Untuk bisa mendaftar, calon peserta didik tidak boleh memiliki nilai rapor di bawah 8.
Adapun tes yang dilaksanakan meliputi tes tertulis dan tes wawancara. “Sedangkan untuk pengumuman akan dilaksanakan 2 Juli. Pengumuman ini dilaksanakan setelah pengumuman kelulusan siswa sekolah dasar,” jelasnya.
Joko menambahkan, selain menggunakan nilai hasil tes yang dilakukan oleh SMPN 10, pihaknya juga akan menggabungkannya dengan nilai ujian. (dna)

Disdik Terapkan Sistem Online

Penerimaan Siswa Baru 2 hingga 5 Juli
 
Pontianak – Mulai 2 hingga 5 Juli mendatang, Penerimaan Siswa Baru (PSB) di tingkat sekolah menengah pertama dan menengah atas Kota Pontianak akan kembali diterapkan dengan sistem online.
“Pemakaian sistem online ini agar penerimaan siswa baru lebih efektif, efisien, dan transparan,” ungkap Kepala Dinas Pendidikan Pontianak Mulyadi di Kantor Walikota Pontianak.
Dia menjelaskan, mekanisme pendaftaran online ini sangat mudah, sehingga bagi orang tua yang ingin mendaftarkan anaknya ke sekolah yang diinginkan, bisa langsung daftar dan melengkapi surat kelengkapan syarat.
“Sementara bagi siswa dari luar kota, tetap akan diberlakukan kuota 5 persen dan untuk formulir pendaftaran bisa diambil di dinas pendidikan untuk selanjutnya diberikan surat rekomendasi dari dinas pendidikan,” jelasnya.
Mulyadi juga mengatakan, bahwa kuota 5 persen untuk siswa yang tidak berdomisili di Kota Pontianak diberlakukan sesuai dengan keputusan yang dikeluarkan oleh walikota. “Hal ini kita lakukan agar memberikan kesempatan kepada anak-anak kita yang berasal dari Kota Pontianak untuk mengenyam pendidikan negeri baik SMP maupun SMA,” kata Mulyadi.
Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Pontianak Mansyur SAg sangat mendukung sistem online pada penerimaan siswa baru tahun ajaran 2012-2013. Pihaknya juga sangat mendukung terobosan yang sudah dibuat Disdik Kota Pontianak.
Karena dari faktor sisi waktu menurutnya sistem online juga dapat menghemat pembiayaan yang dikeluarkan dari orang tua siswa. “Penilaian penerimaan nantinya tetap akan menggunakan sistem perankingan. Sedang untuk formulir pendaftaran online, nantinya orang tua siswa akan diwajibkan mengisi 5 pilihan sekolah yang diinginkan. Sehingga bagi siswa yang tidak lolos ke sekolah pilihan pertama, nantinya secara otomatis akan diikutkan sampai pada pilihan yang ke 5,” jelasnya. (dna)

Rebutan Sekolah Negeri

Masa penerimaan siswa baru (PSB) sudah dibuka. Selama tiga pekan ke depan, perhatian para orang tua kembali tertuju pada dunia pendidikan. Sebab siswa yang baru saja lulus ujian nasional (Unas) tingkat SMP/MTs sudah barang tentu sibuk mendatangi setiap sekolah yang mereka idam-idamkan.
Bahkan tidak sedikit para orang tua yang turun langsung mengurusi administrasi anak mereka. Agar bisa memastikan sang anak bisa mendapatkan pendidikan dengan fasilitas memadai dan tentu saja murah.
Bicara rumah, sudah pasti sekolah negeri jadi incaran para orang tua. Sekolah yang dibiayai pemerintah itu jelas menjadi target nomor satu agar anak mereka bisa bersekolah di sana.
Apalagi sejumlah bangunan sekolah negeri, sudah jauh lebih mentereng ketimbang sekolah swasta ternama di Kota Pontianak yang melengkapi ruang kelas dengan air conditioner (AC) alias pengaturan udara.
Wajar kalau akhirnya banyak orang tua yang rebutan ingin memasukkan anak mereka ke sekolah negeri di Kota Pontianak. Hanya memang untuk mewujudkan semua kini tidak mudah, mengingat Kota Pontianak memberlakukan kuota lima persen bagi siswa dari daerah lain untuk merasakan pendidikan di kota tersebut.
Tujuan pemberlakuan memang tidak salah, karena memberikan kesempatan yang luas bagi siswa dari Kota Pontianak menjadi tua rumah di tempat sendiri. Miliaran dana APBD Kota Pontianak yang dialokasikan untuk membangun fasilitas pendidikan pun bisa dirasakan masyarakat Kota Pontianak.
Bicara kebijakan, pengaturan kuota lima persen bagi pelajar luar untuk merasakan pendidikan di sekolah negeri Kota Pontianak memang sangat kuat. Mengingat otonomi daerah memberikan celah agar ketentuan kuota lima persen legal.
Hanya saja, menurut Kepala Dinas Pendidikan Kalbar Alexsius Akim, kuota lima persen bagi murid dari daerah lain untuk mengenyam pendidikan di Kota Pontianak terlampau kecil.
Jika saja satu sekolah hanya menerima 100 murid, artinya satu sekolah hanya menampung lima orang siswa saja dari luar. Lima siswa itu hasil penjaringan dari 12 kabupaten dan 1 kota di Kalbar.
Memang penetapan kuota lima persen memberikan peluang bagi sekolah swasta berkembang. Sebab siswa luar yang tidak lolos seleksi sekolah negeri di Kota Pontianak, kebanyakan enggan pulang. Kebanyakan dari mereka lebih memilih sekolah swasta ketimbang kembali untuk mendaftar di sekolah asalnya.
Namun bila kita telaah lebih dalam, kebijakan kuota lima persen yang diberlakukan sebenarnya sebuah cambuk bagi kabupaten dan kota di Kalbar untuk membenahi dunia pendidikan. APBD yang dialokasikan untuk pembangunan yang mubazir, sebaiknya dipergunakan untuk membenahi fasilitas pendidikan. Sehingga anak-anak yang menjadi masa depan bangsa bisa bersaing dan mendapatkan pendidikan dengan layak. (*)

Penerimaan Siswa Baru, Pemkot Terapkan Kuota Lima Persen

Pontianak – Tak lama lagi pendaftaran siswa baru tingkat SMP dan SMA sederajat. Pemkot Pontianak ngotot memberlakukan kuota lima persen untuk siswa luar yang akan mendaftarkan sekolah di Kota Pontianak.
“Patokan kota tetap lima persen. Hal ini kami lakukan supaya kesempatan anak-anak kita yang ada di Kota Pontianak untuk belajar di sekolah lebih banyak. Kuota ini hanya berlaku untuk sekolah negeri, sementara sekolah swasta tidak berlaku,” ungkap Drs Mulyadi, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak, Sabtu (2/5).
Dikatakan Mulyadi, kuota lima persen ditentukan melalui daya tampung di setiap sekolah. Jumlahnya dapat diketahui secara online, sehingga para pendaftar dapat melihat sesuai dengan persyaratan yang ditentukan masing-masing sekolah negeri.
“Misalnya daya tampung satu sekolah 100 anak, berarti lima persen dari 100 yaitu lima anak berasal dari daerah lain,” jelasnya. Sementara untuk daya tampung SMK dan SMA Kota Pontianak tahun 2012 mencapai 560 siswa. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya.
Kepala Diknas Pendidikan Kalbar Drs Alexius Akim MM mengatakan jika dilihat dari prinsip masing-masing kabupaten/kota, ketentuan kuota lima persen malah lebih baik. Selain itu, ketentuan lima persen juga tidak melanggar aturan. Karena UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang sistem pemerintah daerah tidak melarangnya. Hanya saja, Kota Pontianak merupakan ibu kota Kalbar. Sehingga anak-anak di luar Kalbar dan Kota Pontianak juga punya hak untuk mendapatkan pendidikan di Kota Pontianak.
“Nah ini yang kami harapkan, adanya pertimbangan kembali dari Walikota Pontianak terhadap ketetapan ini. Karena anak-anak juga punya hak mendapatkan pendidikan terbaik yang selama ini ada di Kota Pontianak, terutama bagi mereka yang ada di Kalbar,” tegas Akim.
Karena kewenangan merupakan keputusan dari masing-masing daerah, terutama atas kebijakan anggaran yang dikeluarkan, Akim juga tidak bisa memaksa keinginan Pemkot Pontianak tersebut. Akim hanya berharap adanya pertimbangan dari walikota untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak di luar Kota Pontianak agar mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
“Pertimbangan ini yang seharusnya menjadi perhatian walikota, mengingat kita harus memberikan kesempatan kepada anak-anak daerah. Jangan sampai mereka yang sebenarnya memiliki kesempatan, karena dibatasi kuota, lantas pendidikannya menjadi rata-rata daerah. Karena tidak diberikan kesempatan bersaing di Kota Pontianak,” papar Akim.
Akim berharap adanya perubahan ataupun penambahan kuota terhadap kesempatan siswa dari daerah lain yang ingin mengenyam pendidikan di Kota Pontianak. “Saya berharap kuota diberikan agak banyak, mungkin bisa 50-50,” tegas Akim.
Dinas Pendidikan Kabupaten Kubu Raya memastikan daya tampung pelajar yang bersekolah di SMP/SMA kabupaten termuda di Kalbar ini mencukupi.
“Kalau pelajar-pelajar asal Kubu Raya, saya pikir tidak ada masalah. Namun sekolah-sekolah kita terbuka, sehingga pelajar asal tetangga Kubu Raya, yaitu Kota Pontianak juga ada yang belajar ke sini. Sementara, setiap penerimaan siswa erat kaitannya dengan kuota,” ungkap Frans Randus, Kepala Dinas Pendidikan Kubu Raya.
Menurut Frans, daya tampung atau output SMP/SMA sebetulnya berimbang. Namun yang menjadi persoalan, para orang tua atau pelajar mencari sekolah negeri. Sedangkan jumlah sekolah-sekolah swasta di Kubu Raya tidaklah sedikit dan kualitasnya juga baik.
“Kalau setiap tahun disinergiskan penerimaannya, tentulah daya tampung pelajar lokal Kubu Raya mencukupi,” jelas Frans.
Disdik sendiri memastikan penerimaan pelajar SMP/SMA tahun mendatang sudah ada arahan dan konsep terpadu. Salah satunya membuat edaran ke sekolah-sekolah dengan mengutamakan pelajar asal Kubu Raya, meskipun tidak melarang pelajar luar untuk bersekolah di sini. “Utamakan dahulu pelajar lokal,” pintanya.
Pemerintah Kubu Raya memperketat penerimaan siswa baru untuk tahun ajaran 2012/2013, memprioritaskan siswa lokal. “Itu kita berlakukan untuk penerimaan tingkat SD hingga SMA. Tujuannya untuk mengantisipasi siswa yang tidak tertampung saat penerimaan nanti,” papar Frans.
Menurut Frans, sejak diberlakukannya kuota lima persen penerimaan siswa dari luar kota oleh Dinas Pendidikan Kota Pontianak, sedikit-banyak hal tersebut berpengaruh pada kuota penerimaan siswa baru di setiap jenjang pendidikan di Kubu Raya.
“Namun kita tidak ada masalah. Makanya kita tetap memprioritaskan pelajar lokal untuk sekolah di Kubu Raya,” tegasnya.
Tidak dimungkiri, beberapa kecamatan di Kubu Raya ada yang berbatasan langsung dengan Kota Pontianak. Seperti Kecamatan Sungai Raya, Sungai Ambawang, Sungai Kakap, dan Kuala Mandor B. Tidak bisa dimungkiri banyak anak Kubu Raya yang bersekolah di Kota Pontianak, begitu juga sebaliknya.
“Dengan diberlakukannya kuota tersebut, tentu memperkecil peluang anak-anak Kubu Raya untuk bersekolah di Kota Pontianak. Sehingga tidak menutup kemungkinan banyak anak Kubu Raya yang tidak bisa melanjutkan pendidikan di sekolah negeri,” tuturnya.
Namun untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas Pendidikan Kubu Raya sudah melakukan koordinasi dengan sekolah negeri dan swasta yang ada di Kubu Raya. “Kita akan memprioritaskan siswa asal Kubu Raya, dan jika kuota lebih, maka kita akan menerima siswa dari luar daerah. Dalam hal ini kita tegaskan, kita tidak memberlakukan kuota seperti Kota Pontianak. Karena kita menyadari bahwa hak untuk mendapatkan pendidikan diatur oleh undang-undang. Namanya negara kesatuan tidak ada istilah pembatasan,” sindir Frans.
Permasalahan penerimaan siswa baru hanya akan terjadi di daerah perbatasan dengan kota. Sementara untuk daerah lainnya dipastikan tidak ada masalah. Bahkan Frans berani memastikan kuota penerimaan siswa justru masih banyak yang kosong.
Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan terus menggalakkan pembangunan sekolah-sekolah baru di setiap daerah. Khususnya tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK di Kubu Raya. Kebijakan tersebut dilakukan guna mengantisipasi daya tampung atau membeludaknya minat pelajar lokal untuk belajar keluar.
“Kita terus berproses membangun sekolah baru setiap tahunnya. Itu tidak bisa dimulai serentak tetapi bertahap,” tegas Muda.
Menurutnya, pembangunan sekolah terus berproses. Ibaratnya tidak dapat dilakukan sekaligus. Pada tahun kemarin setidaknya ada 3 SMA dan 2 SMP yang dibangun. “Insya Allah kita akan kerja keras dan kejar proses pembangunannya,” ucapnya.
Untuk PSB tahun 2012 ini, Bupati Muda juga meminta sekolah negeri dan swasta memprioritaskan anak-anak lokal. Namun dia tidak melarang seandainya ada pelajar luar ingin bersekolah di Kubu Raya. “Silakan saja. Kita terbuka kok,” ungkap Muda. (din/oen)

Jumlah Siswa Baru Membeludak

Semester Dua Diupayakan Masuk Pagi
 
Sukadana - Akibat membeludaknya siswa baru di beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kayong Utara, beberapa siswa kelas sepuluh (kelas I SMA) masuk sore hari. Pada semester kedua, diproyeksi semuanya masuk pagi hari.
“Untuk sementara waktu, siswa baru ada yang masuk sore. Pada semester kedua mendatang, kita usahakan semuanya masuk pagi,” kata Hildi Hamid BE, Bupati Kayong Utara ketika meresmikan MIN Sukadana, Selasa (14/7). Siswa baru yang masuk sore tersebut, sebagai konsekuensi membeludaknya jumlah siswa baru yang mendaftar ke SMA sederajat di Kayong Utara. Pada tahun ajaran lalu, jumlah siswa yang mendaftar sekitar 400 orang, tahun ini meningkat tajam menjadi sekitar 700 siswa.
“Semua diterima, sehingga beberapa siswa masuk sore, karena lokalnya tidak mampu menampung semuanya,” kata Hildi. Dia mengatakan, akan mengusahakan pembangunan beberapa lokal agar semua siswa baru dapat masuk pagi. “Kita sedang mengusahakan dana pembangunan lokal belajar tersebut. Insya Allah terealisasi pada semester kedua,” ujar Hildi.
Mencari dana untuk membangun lokal, kata Hildi, tidaklah sesulit mencari siswa. “Dulu kita kesulitan mencari siswa, bahkan lebih mudah mencari dana untuk membangun sekolah,” ungkapnya. Setelah banyaknya siswa yang mendaftar sekolah, tentunya konsekuensinya pemerintah harus menyiapkan lokal.
“Konsekuensi ini sudah kita prediksi sebelum menerapkan pendidikan gratis. Kita akan berupaya memenuhi kebutuhan lokal itu,” tegas Hildi. Dengan membeludaknya siswa yang mendaftar ini, kata Hildi, tentu saja berbagai upaya yang dilakukan Pemkab Kayong Utara melalui Dinas Pendidikan menuai hasil.
“Program-program yang dilakukan Diknas Pendidikan lalu memang bermaksud mendongkrak kuantitas pendidikan, di antaranya melalui pendidikan gratis” ujarnya.
Hildi mengatakan, ke depan Pemkab Kayong Utara tidak hanya memikirkan kuantitas, tetapi juga kualitas pendidikan. “Sehingga kualitas pendidikan di Kayong Utara setara dengan daerah lain,” katanya. (dik)

Daftar Sekolah Terganjal Ijazah

Pontianak – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara online akan selenggarakan Dinas Pendidikan Kota Pontianak pada 2-5 Juli mendatang. Penerimaan siswa SD hingga SMA ini terkendala ijazah yang masih tertahan di Dinas Pendidikan Kalbar.
Masing-masing sekolah di Kota Pontianak mulai tingkat SD hingga SMA diharapkan memberikan SK UAN kepada siswa yang dinyatakan lulus dan ditandatangani kepala sekolah.
“Memang ijazah saat ini masih diurus oleh dinas pendidikan provinsi, sehingga siswa yang akan mendaftar ke SMP maupun SMA terlebih dahulu mengurus SK UAN sementara, berdasarkan hasil kolektif yang dikeluarkan dari sekolah masing-masing, sebagai pengganti ijazah,” ungkap Drs H Mulyadi MSi, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pontianak, di ruang kerjanya, Jumat (29/6).
SK UAN sementara yang dikeluarkan masing-masing sekolah harus diterima panitia penerimaan siswa baru. Dinas Pendidikan Kota Pontianak telah melakukan koordinasi dengan seluruh peserta dan sekolah di wilayah kerjanya, untuk menerima SK UAN sementara sebagai pengganti ijazah yang belum keluar.
“Kepada seluruh orang tua murid jangan khawatir, SK UAN sementara ini dapat diterima dan sudah kita konfirmasikan baik ke panitia maupun ke seluruh sekolah,” tegas Mulyadi.
Penerimaan siswa baru tidak harus menggunakan legalisasi akta lahir seperti yang selama ini dikeluhkan para orang tua. “Salah satu syaratnya, siswa hanya menunjukkan fotokopi serta akta lahir asli tanpa perlu mengumpulkan fotokopi akta lahir yang dilegalisasi. Ini juga sudah kita konfirmasikan, sehingga tidak lagi ada masalah ke depannya,” papar Mulyadi.
Penerimaan siswa secara online, diakui Mulyadi, lebih memudahkan para orang tua dengan lima pilihan sekolah negeri. Tentunya disesuaikan dengan persyaratan yang sudah tertera di website, sehingga tidak perlu jauh-jauh melakukan pendaftaran ke sekolah yang bersangkutan.
“Dengan mendaftar secara online, secara otomatis nilai akan bergeser dan dari kelima sekolah yang didaftarkan, sang anak dapat melihat sekolah mana yang cocok dengan syarat serta nilai yang ia raih. Selain juga menghemat tenaga dan waktu,” jelas Mulyadi.
Para orang tua diingatkan, Kota Pontianak memberlakukan kuota lima persen kepada seluruh siswa yang berasal bukan dari Kota Pontianak. Sedangkan 95 persen siswa khusus warga Kota Pontianak. “Misalnya satu anak berada di Kecamatan Pontianak Timur, maka sekolah yang ia pilih dari 1 sampai 5 merupakan sekolah yang tidak jauh dari sekolah tempat tinggalnya, kemudian baru sekolah yang ia inginkan,” jelasnya.
Menyikapi ijazah yang hingga saat ini belum dikeluarkan, Kepala Dinas Pendidikan Kalbar Alexius Akim MM tidak bisa dihubungi. (dna)

PKR Kebutuhan Masyarakat atau Politik

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembentukan Daerah Otonomi Baru akhirnya disahkan menjadi undang-undang (UU) oleh DPR-RI dalam sidang paripurna, Kamis (12/4), di Gedung DPR-MPR Senayan, Jakarta. UU Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) sekaligus membentuk 19 daerah otonom baru di Indonesia.
Dari 19 DOB terdapat satu provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan Utara yang pengajuannya baru dilakukan beberapa tahun terakhir. Kabar disahkannya 19 DOB oleh DPR RI, tentu jadi kabar menyakitkan bagi masyarakat lima kabupaten meliputi Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang, dan Kapuas Hulu, karena lebih lama dari pengajuan Provinsi Kapuas Raya (PKR).
Apalagi seluruh persyaratan membentuk PKR ternyata masih belum lengkap. Bahkan rapat paripurna yang mengagendakan pembahasan Panitia Khusus Provinsi Kapuas Raya (PKR) bubar. Lantaran rapat yang diagendakan hanya dihadiri 15 wakil rakyat terhormat, hingga tak quorum.
Antara jelas dan tiada, menjelang pilgub 2012 ini, para wakil rakyat di DPRD Kalbar ogah-ogahan. Agenda penting menyangkut penjelasan oleh pengusul tentang aset dan PKR melalui rapat paripurna pun tidak dihadiri.
Aroma politik yang merebak bersama isu tak sedap menyongsong Pilgub Kalbar memang tidak disembunyikan lagi. Apalagi Fraksi Demokrat yang semula menjadi pelopor pembentukan Pansus Aset dan PKR di DPRD Kalbar malah balik kanan. Fraksi yang kini berkoalisi di pilgub sepertinya mencari jalan untuk menghambat realisasi pembentukan PKR.
Dukungan terhadap usul pembentukan Pansus Aset dan PKR di DPRD Kalbar mulai ada tanda-tanda terpecah terbaca sejak awal. Delapan fraksi di parlemen yang saat itu sepakat membahas PKR dalam agenda paripurna seperti Partai Golkar, Partai Demokrat, PPP, PAN, PKS, Partai Hanura, Fraksi Gerindra Sejahtera Baru, dan Fraksi Khatulistiwa Bersatu, banyak yang berubah arah seiring koalisi partai politik yang dibangun para kandidat Gubernur.
Memang bicara politik, PKR menjanjikan suara signifikan terhadap para kandidat. Bila partai pengusul berhasil meloloskan PKR, sudah barang tentu masyarakat yang kini berada di lima kabupaten wilayah timur Kalbar akan memberikan dukungan pada partai yang berhasil memperjuangkan keinginan masyarakat di sana.
Sebaliknya, jika pembentukan PKR membentur tembok, bukan mustahil partai-partai yang mendorong kencang pembentukan PKR dianggap tidak berbuat untuk masyarakat Kalbar. Bukan itu saja, kepentingan secara persoalan para anggota DPRD Kalbar dari daerah pemilihan lima kabupaten pun begitu kental.
Sehingga wajar jika akhirnya banyak yang kembali mempertanyakan posisi PKR. Sebuah kebutuhan masyarakat atau kebutuhan politik para politisi saja. Masyarakat yang tergabung dalam PKR tentu jeli menilai hendak membawa ke mana arah PKR. (*)

Jalan Panjang PKR

Kerja keras masyarakat Kabupaten Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang, dan Kapuas Hulu memekarkan diri menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) kian berat. Banyak kejutan terbaru muncul terkait kelangsungan nasib Provinsi Kapuas Raya (PKR).
Tanggal 17 Juni 2012 di Hotel Mercure Pontianak secara mengejutkan muncul sebuah keputusan mengganti Koordinator Pemekaran PKR, Drs Milton Crosby MSi oleh Gubernur Cornelis yang mendudukkan Mikael Abeng, mantan Ketua DPRD Sintang yang kini Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Sintang.
Keputusan itu dianggap sebagian tokoh masyarakat bisa menimbulkan dualisme koordinator PKR. Pasalnya Milton Crosby ditunjuk langsung bupati dan ketua DPRD dari lima kabupaten yang tergabung di wilayah timur Kalbar. Penunjukan Milton yang dilakukan melalui deklarasi Sintang, 14 Agustus 2006 lalu, juga menetapkan Kabupaten Sintang sebagai daerah ibu kota PKR.
Sekadar mengingatkan, Milton yang menyandang posisi koordinator PKR jalan semakin laju. Termasuk memenuhi seluruh persyaratan pembentuk DOB pada gubernur terdahulu, Drs Usman Djafar.
Namun seluruh perjuangannya pupus, seiring munculnya kebijakan pemerintah pusat melakukan moratorium pemekaran wilayah, menyusul insiden demo anarkis massa pendukung pembentukan Provinsi Tapanuli yang menewaskan Ketua DPRD Sumatra Utara Abdul Aziz Angkat.
Namun perjuangan membentuk PKR tidak patah arang, para penggagas menempuh jalur di DPR RI. Kendati pada akhirnya perjuangan itu kembali kandas akibat masih belum tercukupinya sejumlah persyaratan untuk mengajukan PKR.
Kembali pada penunjukan Mikael Abeng sebagai Koordinator PKR yang baru, jelas sangat kental aroma politik. Selain ditunjuk Gubernur Kalbar, nama Mikail Abeng muncul di saat ketegangan antara Milton dengan gubernur memuncak.
Namun begitu, seluruh masyarakat di lima kabupaten tentu berharap Milton dan Abeng bisa saling melakukan komunikasi. Apalagi pada prinsipnya kedua tokoh itu bertujuan membentuk PKR.
Para anggota di DPRD Kalbar juga sedianya komitmen mendorong proses PKR, bukan malah berbalik arah. Memang PKR sangat erat kaitannya dengan pertarungan politik di Kalbar. Namun begitu, sedianya para wakil rakyat tidak menjadikan PKR sebagai komoditas politik.
Sebab pada hakikatnya, PKR dibentuk untuk mempercepat proses pembangunan dan menyejahterakan masyarakat sama seperti harapan para pemangku kebijakan. Sebaiknya pula semua pihak duduk satu meja, kembali merenungkan di mana kesalahan hingga PKR selalu kandas.
Jika memang keinginan membentuk PKR dari hati yang tulus, tentunya semua pihak harus ikhlas melepas sebagian wilayah Kalbar untuk memberikan kesejahteraan masyarakat. (*)

Milton Masih Mampu? Abeng Main di Ujung

Sintang – Digantinya Milton Crosby sebagai koordinator pembentukan Provinsi Kapuas Raya (PKR) secara sepihak menimbulkan kekecewaan tokoh masyarakat lima daerah yang ikut menunjuk Bupati Sintang itu.
Pasalnya mereka tidak mengetahui proses pencopotan Milton oleh Gubernur Cornelis pada 17 Juni 2012 di Hotel Mercure Pontianak yang mendudukkan Mikael Abeng, mantan Ketua DPRD Sintang yang kini Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Sintang.
“Sepanjang Milton belum menyerahkan kekuasaannya dan belum menyatakan dirinya tidak mampu, lebih baik dilanjutkan terus. Jika memang ada kelemahan, kita kaji bersama di mana titik kelemahannya. Jika memang ada kelompok yang ingin bekerja sama dengan koordinator yang lama, itu lebih baik,” cetus Gusti Ardania, tokoh masyarakat Sintang.
Lanjutnya, bila nama PKR harus diubah seperti yang pernah disampaikan Mikael Abeng, koordinator lama tentu harus memulai dari nol dan akan memakan waktu yang lebih lama.
“Kalau namanya memang harus diubah tentu semuanya harus dimulai dari nol lagi. Kami sangat berharap Milton bisa terus menjalankan tugasnya. Apalagi seluruh masyarakat me-monitoring. Beda persoalannya kalau koordinator lama sudah menyatakan ketidakmampuan. Barulah ditunjuk koordinator baru,” kata Ardania.
Menyikapi penunjukan koordinator pembentukan PKR, Gusti Ardania, menilai harusnya penunjukan koordinator baru dilakukan lima kabupaten yang sebelumnya menunjuk Milton Crosby. “Saya kira harus ada koordinasi dengan lima kabupaten, karena bagaimanapun lima kabupaten yang menyatakan diri bergabung ikut andil dalam pembentukan PKR,” timpalnya.
Dirinya berharap biarkan koordinator yang lama bekerja, jangan sampai ada dua koordinator. Karena PKR harapan masyarakat kawasan timur. “Jangan sampai ada dua koordinator. Nanti ada dualisme dan perpecahan. Ujung-ujungnya Kapuas Raya yang dikorbankan,” sesalnya.
Sebelumnya, tokoh masyarakat Sintang, Bajau Jambang, mengatakan penunjukan Mikael Abeng selaku koordinator pemekaran PKR baru merupakan kesalahan besar. Karena Abeng tidak tahu apa-apa soal Kapuas Raya. “Pak Abeng ini ndak tahu-menahu soal PKR, dia main sudah di ujung,” ujarnya.
Diungkapkannya Bajau, seharusnya Abeng tahu diri. Karena selama ini yang merintis dan memperjuangkan pemekaran Milton. Apalagi Milton menduduki posisi koordinator PKR bukan atas keinginan dirinya. Tetapi ditunjuk lima bupati yang tergabung dalam wilayah pemekaran. “Abeng tidak dikenal orang di lima kabupaten yang tergabung dalam pemekaran,” tandasnya. (din)