Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Senin, 20 Februari 2012

Salah Kaprah Valentine Day

Pontianak – Valentine Day identik dengan ungkapan kasih sayang. Celakanya, hari bernuansa pink itu sudah diselewengkan sebagian generasi muda kita dengan ungkapan seks bebas.
“Seharusnya umat Islam tidak perlu merayakan hari tersebut. Karena mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya. Masih banyak yang perlu dicontoh terutama yang diajarkan oleh Rasulullah SAW,” tutur Dr KH Zuhri Maksudi Msi, Pimpinan Pondok Pesantren Walisongo Pontianak.
Amat disesalkan bahwa makna kasih sayang Valentine berubah menjadi seks bebas, telah memberikan wajah lusuh remaja kita. “Kita mulai dari rumah tangga, harus memberikan fondasi dan pengetahuan agama yang kuat untuk anak-anak. Sehingga anak-anak sudah siap jika keluar rumah,” kata Zuhri.
Hal senada diungkapkan oleh Pendeta Ir Iwan Luwuk. Kasih sayang harus diungkapkan setiap saat tanpa perlu momen tertentu seperti Valentine Day. Jika ungkapan kasih sayang Valentine dilakukan dengan seks bebas, jelas menyimpang. Kasih sayang harus diungkapkan dengan hal-hal yang baik.
“Pada dasarnya Valentine Day merupakan suatu yang baik. Menanamkan rasa kasih sayang satu sama lain. Hanya sekarang ini generasi muda kita salah artikan. Mengungkapkan kasih sayang itu dengan hal-hal yang negatif sampai melakukan seks bebas dengan pasangannya yang belum sah,” ungkap Ketua Lab Mikro Konseling STAIN Pontianak, Dra Hj Fauziah MPd, kepada Equator, Sabtu (18/2).
Menurutnya, padahal kalau Valentine Day diungkapkan dengan hal-hal yang positif tidak ada masalah. Justru manusia dianjurkan untuk menanamkan sifat saling mengasihi dan menyayangi. Jangan sampai karena sayang yang berlebihan mengorbankan kehormatannya.
“Oleh karena itu, makna Valentine Day jangan diselewengkan. Para remaja dan generasi muda harus paham apa makna sebenarnya. Tanamkan betul bahwa di setiap manusia diperintahkan untuk saling mencintai dan melindungi. Tetapi bukan direalisasikan dengan hal-hal yang negatif,” jelas Fauziah yang juga Pembina Pusat Informasi Konseling Mahasiswa (PIK M) STAIN Pontianak ini.
Fauziah menyarankan, bagi yang memperingati Valentine Day mestinya dengan kata-kata yang memotivasi. “Saya menyarankan kepada orang tua untuk memberikan pemahaman yang benar tentang Valentine Day. Selain itu juga perlu mengontrol pergaulan anak. Jangan sampai pergaulan bebas tanpa norma agama lagi,” sarannya.
Guru-guru yang ada di sekolah pun harus mewanti-wanti kepada siswa tentang Valentine Day. “Kalau ada siswa yang terjebak pada pergaulan yang salah jangan langsung disalahkan dan diberi hukuman. Tetapi yang paling penting berikan dulu mereka pemahaman, sehingga tidak lagi disalahartikan,” harapnya.
Fauziah juga menambahkan, dalam Alquran Surat Ar-Rahman banyak menjelaskan tentang kasih sayang. Di sana digambarkan bagaimana Allah menyayangi hamba-hambanya melalui berbagai ciptaannya. Seperti buah-buahan dan nikmat lainnya yang tidak terbatas.

Tak perlu momen

Lantas, apa sih yang dipahami siswa-siswi SMP maupun SMA di Kota Pontianak tentang Valentine Day? Sarif Mah Afandi, siswa SMKN 2 Kota Pontianak mengatakan Valentine Day itu tidak seharusnya melakukan perbuatan zina dan sebagainya.
“Yang namanya Hari Kasih Sayang itu kan sebenarnya dilakukan setiap hari, dan tidak perlu merayakannya menunggu momen. Jangan merayakannya dengan cara berlebihan, cukup kita baik dan sayang sama orang tua itu sudah luar biasa,” kata Sarif, kepada Equator, (18/2).
Menurutnya, bagi umat Islam sudah pasti haram merayakan hari Valentine itu. “Kalau ada umat Islam yang merayakan Valentine berarti dia sudah melakukan dosa besar. Karena Rasulullah tidak pernah mengajarkan kepada umatnya untuk merayakan Hari Valentine,” ucapnya.
Sarif menambahkan, kalau non-Islam ya sila-silakan. Tapi kami yakin tidak mungkin agama lain mengajar kepada umatnya merayakan malam V-day harus melakukan perbuatan menyimpang dari agama.
Husein, siswa SMP 20 Kota Pontianak, juga mengatakan Hari Valentine itu kan Hari Kasih Sayang. Jadi Hari Kasih Sayang itu sebenarnya sudah kita lakukan setiap hari jadi tidak perlu merayakannya.
“Apalagi merayakan Hari Valentine itu harus dengan seks bebas, cukup saja kita sayang sama orang tua dan sama teman-teman kita yang wajar. Kalau udah melakukan perbuatan yang melanggar agama sih tidak boleh,” ujarnya.
Sarif berharap, para remaja tidak salah gunakan dari hari valentine itu karena bisa memberikan kesan Hari Valentine itu jadi jelek.
“Padahal Hari Valentine itu bagus untuk non-Islam. Karena di hari itu mengajarkan kasih sayang sama umatnya. Kalau Islam sih memang setiap hari yang namanya kasih sayang,” ungkapnya.
Salah satu siswa SMP Abdi Wacana kelas VIII, Desi, menilai Hari Valentine adalah Hari Kasih Sayang dan spesial, romantis sama seseorang yang dicintai. Memperingatinya tidak seperti anak-anak saat harus dengan berhubungan seks dan sebagainya.
Valentine Day itu sebenarnya bertukar kado sesama teman maupun pacar. Seperti, tukar cokelat dan hadiah dan lainnya. “Kalau berhubungan seks sih sudah keterlaluan, dan sudah melanggar aturan agama,” ujarnya.
Berbeda, Sari Rahmadaniah, siswa SMP Muhammadiyah 1 Pontianak kelas X, mengatakan bahwa Valentine Day itu tidak diajarkan dalam agama Islam karena tidak mesti hari kasih sayang itu dilakukan hanya Hari Valentine. “Kalau menurut agama lain, ya sah-sah saja. Karena sesama makhluk hidup itu harus saling menyayangi di mana pun dan kapan pun,” katanya.
Begitu juga dengan Ahmad Arif Lisetya, siswa SMKN 4 Pontianak, Valentine Day itu bukan perayaan umat muslim, karena datangnya dari Barat dan membawa dampak tidak baik bagi generasi muda.
“Jadi kita tidak usah merayakannya dengan apa-apa. Bila perlu dihapus Hari Valentine itu. Apalagi generasi muda banyak yang salah artikan mengungkap kasih sayang dengan melakukan sek bebas,” tegasnya. (kie/fiq/hak)

Cokelat dan Kondom di Hari Valentine

Pontianak – Tidak ada larangan merayakan Valentine Day di Indonesia, di Kota Pontianak, atau di dusun ujung Kalbar. Di hotel-hotel, kafe, atau karaoke di ibu kota provinsi ini sejumlah remaja dan orang dewasa menggelar pesta hari kasih sayang itu. Mereka berbagi kasih lewat bunga, cokelat, atau kado lainnya yang bernuansa pink.
Entah bagaimana jalannya, Valentine Day menjadi gaya hidup yang katanya modern itu, berbuntut mesum. Revolusi teknologi informasi sejenis internet, telah menebarkan paham seks bebas di hari kasih sayang. Cokelat pun telah tersusupi kondom. Dan para remaja, bahkan yang masih bawah umur, mengabsahkan seks bebas di malam Valentine.
Benarlah, sejumlah petugas Satpol-PP Kota Pontianak bersama jajaran polisi dan TNI berhasil menjaring 15 pasangan mesum dalam kamar hotel dan di rumah indekos. Rata-rata belasan tahun, terutama putrinya.
“Malam Valentine biasanya remaja pesta seks, sehingga kami perlu melakukan razia di indekosan dan hotel. Kami razia atas informasi masyarakat. Dan memang berhasil mengamankan pasangan muda-mudi tanpa surat nikah itu,” ungkap Ir H Sy Saleh Alkadrie, Kepala Satpol-PP Kota Pontianak, Selasa lalu (14/2).
Ternyata mereka ada yang masih sekolah. Di Hotel Guest House ditemukan pasangan belia tidur berpelukan hanya mengenakan celana dalam. Dua bungkus kondom tercecer di lantai dan ada yang sudah digunakan.
Dari 15 pasangan itu–kebanyakan bawah umur–diakui Satpol PP yang menggelandang dan memeriksa identitas mereka berupa kartu pelajar. Begitu pun di Hotel Patria Jalan HOS Cokroaminoto, seorang anak SMA dipergoki tanpa busana.
Petugas juga menggerebek pasangan mesum di Indekos Puri Kencana. Pasangan seks bebas yang masih berusia belasan itu ditemukan hanya bercelana dalam. Ketika digerebek petugas, pasangan wanita itu tersipu malu sambil menutup bagian vital tubuhnya. Berlanjut di indekos Jalan Imam Bonjol, satu pasangan mesum berpakaian dalam malu-malu menunjukkan identitasnya. Tanpa maaf mereka digiring Satpol PP ke markasnya untuk diidentifikasi.
“Mereka yang terjaring langsung dikenakan tipiring dan petugas memanggil orang tua untuk menjemput anaknya. Mereka yang terjaring kebanyakan bilang sama orang tua mau belajar ke tempat teman. Kenyataannya bersama pasangan melakukan seks bebas,” ungkap Syarif Saleh.
Tentu tak hanya pelaku belia yang dikenakan tipiring. Pemilik hotel dan tempat indekos pun akan kena sanksi. “Apalagi kalau tempat-tempat yang tidak ada izinnya, akan kita berikan peringatan kalau tidak mengindahkan akan kita tutup saja. Kita akan bekerja sama dengan dinas terkait,” katanya.
Ketua P3 Satpol-PP Kota Pontianak Kus Panca Diarto, meneruskan kasus mesum 15 pasangan yang terjaring itu bekerja sama dengan pihak pengadilan. “Nah, mereka ini akan terkena pasal 44 ayat 1 Perda 1 Tahun 2010. Bahwa setiap orang dilarang menggunakan tempat untuk perbuatan mesum dan bukan suami istri yang sah. Sanksinya lumayan, ancaman 3 bulan kurungan dan denda Rp 50 juta,” ungkapnya. (hak)

Jual Dua Gadis, Diringkus

Pontianak – Satuan Reserse dan Kriminal Umum Sub Unit Remaja Anak dan Wanita Polda Kalbar mengungkap jaringan prostitusi anak yang beroperasi di hotel-hotel Kota Pontianak.
Pelaku penyalur berinisial AA alias Al, 22, ditangkap polisi di salah satu hotel Jalan Imam Bonjol, Kamis (2/2) dini hari. “Kini pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan untuk kepentingan penyelidikan,” kata AKBP Mukson Munandar, Kabid Humas Polda Kalbar, Jumat (3/2).
Warga Jalan Merdeka Pontianak tersebut berperan menghubungi anak bawah umur. Kemudian dijual untuk melakukan praktik prostitusi. “Diduga modus tersebut sudah lama dijalankan tersangka,” jelas Mukson.
Gadis bawah umur yang dijual AA yang diketahui baru dua orang, berumur 16 dan 18 tahun. Keduanya dijual untuk melayani penikmat dunia prostitusi yang telah menunggu di hotel. Tarif untuk melayani tamunya juga ditentukan AA. “Korban mendapat imbalan sesuai kesepakatan yang dibuat tersangka,” ungkap Mukson.
Tersangka memasang tarif tinggi untuk menikmati sang gadis, rata-rata Rp 1,7 juta. Kemudian wanita tersebut hanya mendapatkan Rp 700 ribu. Aksi menjual anak untuk terlibat dunia prostitusi disinyalir sudah lama AA lakukan.
Mukson mengatakan AA ditangkap saat sedang menjual gadis bawah umur di hotel Jalan Imam Bonjol, Pontianak. Bahkan korban sudah berada di kamar hotel bersama pemesan. Penangkapan dilakukan setelah polisi mendapat informasi dari masyarakat. “Tersangka ditangkap setelah melalui penyelidikan secara intensif,” kata mantan Kabag Bin Ops Ditnarkoba Polda Kalbar.
Belum sempat mencicipi tubuh gadis bertubuh mungil tersebut, pria hidung belang bersama korban dan AA digelandang ke Mapolda Kalbar. Mereka diminta keterangan. Bahkan pengelola hotel juga bakal diperiksa terkait keberadaan anak bawah umur bisa masuk kamar hotel secara bebas.
“Kita mensinyalir tidak hanya satu hotel tempat tersangka menjalankan aksi prostitusi anak,” ungkapnya.
Apalagi, kata Mukson, modusnya tersangka selalu menghubungi korban melalui telepon. Meminta korban datang ke hotel dan tersangka menunggu di sana. “Kemudian pelaku mengantar korban untuk menemui tamu yang sudah berada di kamar hotel,” jelas Mukson seraya mengatakan tersangka bakal dijerat UU Nomor 23/2002 pasal 88 tentang Perlindungan Anak atau UU Nomor 21 tentang Perdagangan Orang. (sul)

Prostitusi Anak, Kentalnya Kepentingan Orang Dewasa

Pontianak – Dari 277 laporan kekerasan terhadap anak yang diterima Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN) Kalbar pada 2011, yang memiriskan ternyata 179 berupa prostitusi anak dengan 98 kasus kekerasan seksual.
“Begitu juga data terakhir tahun 2012 yang masuk terdapat 43 anak yang terlibat prostitusi dan positif mengidap infeksi menular seks (IMS) sebanyak delapan orang,” ungkap Devi Tioman, Ketua YNDN kepada Equator, Sabtu (18/2).
Tegas-tegas Devi mengungkapkan bahwa pelakunya prostitusi maupun korban kekerasan seksual masih di bawah umur. Bahkan masih duduk di bangku SMP dan SMA. “Memang pelaku prostitusi ini anak umur dari 14 sampai 18 tahun. Sedangkan kekerasan seksual kebanyakan dilakukan oleh pihak keluarganya,” ujar Devi.
Dampak prostitusi anak sangat menyedihkan dan paling mengerikan adalah tertular penyakit kelamin. “Mereka kebanyakan mengidap IMS dan tiga di antaranya tertular HIV. Bahkan tahun 2011 satu orang yang meninggal akibat HIV/AIDS. Sedangkan pada 2012 baru satu anak yang ditemukan mengidap HIV. Dan sampai sekarang masih aktif menjajakan seks,” ungkap Devi.
Negara dan Pemerintah Indonesia belum mampu membangun sistem perlindungan anak permanen. Keinginan untuk menjamin perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak sebagaimana tertuang dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang sudah memasuki usia 10 tahun, juga masih belum terjamin.
“Pelanggaran terhadap hak-hak anak tiap tahun malah menunjukkan trend yang meningkat kualitas dan kuantitasnya. Bahkan pelanggaran juga didominasi oleh institusi negara, yang harusnya menjamin perlindungan dan pemenuhan hak anak. Seperti pendidikan, lembaga pengasuhan, lembaga penegak hukum, dan pelanggaran yang dilakukan oleh keluarga dan orang tua,” urai Devi.
Pelanggaran yang dilakukan oleh institusi dan keluarga menurut Devi sering ditutupi. Bahkan nyaris tidak tersentuh hukum, karena kentalnya kepentingan orang dewasa.
“Padahal dampak bagi anak sangat memprihatinkan dan sering berakhir dengan keputusasaan. Ini membuktikan bahwa negara, masyarakat, dan keluarga telah gagal mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan terhadap anak sebagai bagian dari masa depan bangsa. Selayaknya pemerintah sudah mengupayakan sistem pemenuhan dan perlindungan anak mulai dari pusat hingga ke daerah guna mewujudkan masa depan yang lebih baik,” tegas Devi.
Tahun 2011, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalbar menangani 30 kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Kebanyakan kasusnya terkait prostitusi dan cabul. “Kami hanya mendampingi dan melakukan pemantauan kasus ini sampai ke proses hukum,” ungkap Alik R Rosyad.
Perlu keprihatinan khusus agar anak-anak bawah umur ini bisa dilepaskan dari kasus hukum. Jangan sampai mereka putus sekolah dan tetap menikmati pendidikan. “Jika ABH tetap diproses hukum tentunya memberi peluang untuk melakukan tindak kejahatan,” tambah Alik
Kebanyakan yang ditangani KPAID kasus cabul maupun prostitusi yang dilakukannya dengan cara pengaduan karena faktor ekonomi. “Ini memang fakta yang tidak bisa dimungkiri. Baik dari faktor ekonomi anak itu sendiri atau orang tuanya. Selebihnya lingkungan yang memengaruhi si anak,” ujarnya. (sul)